Langsung ke konten utama

Saul Canelo Alvarez vs Terence Crawford Cuma Pertarungan 2 Orang Tua

Tinju Dunia: Saul Canelo Alvarez vs Terence Crawford Hanya 'Dua Orang Tua'? Oscar De La Hoya Beri Komentar Pedas!

Oke, dengar baik-baik. Dunia tinju itu selalu penuh drama, kan? Selalu ada saja yang bikin telinga panas, bikin mata melek, dan bikin para penggemar berdebat sampai urat leher keluar. Dan kali ini, omongan pedas datang dari seseorang yang bukan kaleng-kaleng di olahraga ini. Siapa lagi kalau bukan legenda hidup, Oscar De La Hoya.

Bayangkan ini: ada wacana pertarungan antara dua nama besar, Saul Canelo Alvarez melawan Terence Crawford. Sebagian orang, terutama yang punya kepentingan (katakanlah begitu), langsung melabeli ini sebagai 'pertarungan terbesar'. Yap, terbesar. Kata itu kan, berat ya? Biasanya cuma disematkan buat duel-duel epik yang benar-benar menggetarkan jagat tinju. Tapi tunggu dulu, tidak semua orang setuju dengan label mentereng ini.

Salah satu yang paling lantang menentang, dan bahkan mencibir, adalah Oscar De La Hoya. Promotor sekaligus mantan juara dunia multi-divisi ini punya pandangan yang sungguh berbeda. Dan komentarnya ini, oh, sungguh menohok. Dia menyebut pertarungan Canelo versus Crawford itu, mohon maaf kalau terdengar kasar, hanyalah 'pertarungan dua orang tua'. Wow. Langsung ke inti masalah, ya?

Pernyataan De La Hoya ini bukan tanpa sebab, tentu saja. Ini adalah respons langsung terhadap klaim yang datang dari sosok berpengaruh di balik banyak mega duel tinju saat ini, yaitu Turki Alalshikh. Jadi, ketika Alalshikh dengan penuh semangat menyebut Canelo-Crawford sebagai pertarungan terbesar, De La Hoya justru melontarkan kritik yang sangat, sangat pedas.

Menurut De La Hoya, klaim itu... bagaimana ya bilangnya... menggelikan. Ya, menggelikan. Itu kata yang dia pakai. Seolah dia melihat klaim tersebut sebagai lelucon. Sebuah upaya pemasaran yang terlalu berlebihan, bahkan mungkin, tidak jujur terhadap realitas di atas ring.

Dia bilang begini, dengan nada yang khas De La Hoya, "Satu-satunya orang yang mengklaim pertandingan Canelo melawan Crawford sebagai pertarungan terbesar itu cuma Turki Alalshikh." Ini bukan sekadar beda pendapat biasa, ini seperti mengatakan, 'Kamu bicara apa sih? Kamu sendirian yang percaya ini pertarungan terbesar!'. Jelas sekali, De La Hoya tidak melihat kemegahan yang sama.

Nah, sekarang kita masuk ke inti argumennya. Kenapa De La Hoya sebegitu yakinnya bahwa ini bukan pertarungan terbesar, bahkan menggelikan? Dia mengakui, label "pertarungan terbesar" itu mungkin akan mendapatkan dorongan pemasaran yang luar biasa dari Alalshikh dan timnya. Kita tahu kan, bagaimana Saudi Arabia belakangan ini menggelar event tinju besar-besaran dengan kemasan super mewah. Uang bukan masalah di sana. Pemasaran pasti akan jor-joran.

Tapi, menurut De La Hoya, itu tidak lantas menjadikannya pertarungan terbesar tahun ini. Alasannya simpel, tapi telak: para penggemar, kata dia, tidak tertarik dengan pertarungan ini. Nah, ini poin pentingnya. Tinju itu hidup dari minat penggemar. Mau seheboh apapun promosinya, kalau fans tidak 'nyantol', rasanya hambar. Dan De La Hoya, sebagai promotor yang berinteraksi langsung dengan denyut nadi pasar tinju, merasa fans tidak punya gairah yang membara untuk duel Canelo vs Crawford ini.

Ini bukan sekadar kritik pemasaran, ini kritik terhadap nilai intrinsik pertarungan itu sendiri di mata publik. Mengapa fans tidak tertarik? De La Hoya punya jawabannya, dan jawabannya ini yang paling menyakitkan, terutama bagi kedua petinju yang bersangkutan.

De La Hoya lebih senang, atau mungkin lebih tepatnya, merasa lebih jujur, menyebut duel ini sebagai pertarungan dua petinju yang sudah... tua. Aduh, ini kan sensitif ya. Siapa sih yang mau dibilang tua, apalagi di olahraga yang mengandalkan fisik dan kecepatan? Tapi itulah yang dikatakan De La Hoya. Dia melihat usia sebagai faktor utama yang mengurangi pamor dan daya tarik pertarungan ini.

Angkanya begini: Canelo Alvarez tahun ini akan masuk usia 35 tahun. Sementara Terence Crawford, dia sudah 38 tahun, sebentar lagi menginjak 40. Dalam dunia tinju, terutama di level elite, usia itu bukan sekadar angka di akta kelahiran. Usia itu tercermin dalam kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kemampuan menerima pukulan.

Dan De La Hoya melihat tanda-tanda 'ketuaan' itu dalam penampilan mereka. Dia bahkan memberikan kutipan yang cukup pedas, "Mereka terlihat seperti dua orang tua, yang bertarung demi uang. Keduanya terlihat seperti usia mereka dalam pertarungan terakhir mereka."

Wah, ini pukulan telak, bukan hanya ke promotor yang mengklaim ini pertarungan terbesar, tapi juga ke kedua petinju itu sendiri. 'Bertarung demi uang'? Ini menyiratkan bahwa motivasi utamanya bukan lagi mencari kejayaan, menguji batas kemampuan, atau meninggalkan warisan abadi, melainkan sekadar mengambil cek besar di akhir karier yang mungkin sudah lewat masa puncaknya.

'Terlihat seperti usia mereka dalam pertarungan terakhir mereka'. Ini mengacu pada penampilan mereka baru-baru ini. De La Hoya seolah bilang, 'Lihat saja mereka terakhir kali bertarung. Mereka tidak lagi secepat atau sekuat dulu. Kualitasnya menurun. Dan itu terlihat jelas di atas ring'. Ini adalah argumen yang sangat spesifik, merujuk pada apa yang ditampilkan oleh Canelo dan Crawford di duel-duel teranyar mereka.

Sekarang, mari kita bedah lebih dalam kritik De La Hoya, terutama yang mengarah pada Terence Crawford. Baginya, Crawford, dengan usianya yang mendekati 40 tahun, menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Dan ini, menurut De La Hoya, terlihat jelas dalam pertarungan terakhir Crawford. Apalagi, Crawford berencana naik ke kelas 76,2 kilogram untuk menghadapi Canelo. Ini kan kelasnya Canelo, tempat dia sudah nyaman dan sangat kuat. Crawford selama ini dikenal sebagai petinju hebat di kelas welter (66,7 kg), lalu naik ke super welter (69,8 kg). Lompatan ke 76,2 kg ini adalah tantangan besar.

De La Hoya secara khusus menyoroti pertarungan terakhir Crawford melawan Israil Madrimov di kelas 69,8 kilogram. Meskipun menang, Crawford terlihat... susah payah. Ya, kata De La Hoya, 'susah payah mengalahkan Israil Madrimov'. Ini bukan gambaran seorang juara pound-for-pound yang mendominasi lawannya. Ini gambaran pertarungan yang ketat, yang membuat Crawford harus mengeluarkan segenap kemampuannya, bahkan mungkin lebih, hanya untuk meraih kemenangan.

De La Hoya menggambarkannya dengan frasa yang lebih dramatis: 'hidup dan mati dengan Madrimov'. Bayangkan saja. Seorang petinju kaliber Terence Crawford, yang dianggap salah satu yang terbaik di generasinya, harus bertarung 'hidup dan mati' melawan Israil Madrimov di kelas yang masih lebih ringan dari kelasnya Canelo. Ini, di mata De La Hoya, adalah bukti yang tak terbantahkan bahwa kecepatan dan ketajaman Crawford sudah tidak seperti dulu. Tanda-tanda usia sudah mulai terlihat jelas.

Nah, jika Crawford saja 'hidup dan mati' melawan Madrimov di 69,8 kilogram, lantas apa yang akan terjadi saat dia naik ke 76,2 kilogram dan menghadapi Canelo Alvarez? Canelo itu monster di kelas ini. Dia kuat, punya chin baja, dan pukulan yang sangat keras, terutama ke arah badan. De La Hoya menutup kritiknya soal Crawford dengan sebuah pertanyaan retoris yang menghujam: "Anda punya Crawford, yang tidak dapat menahan [Israil] Madrimov. Hidup dan mati dengan Madrimov. Menurut Anda apa yang akan dilakukan Canelo terhadapnya?"

Pertanyaan itu bukan untuk dijawab secara harfiah, melainkan untuk menegaskan poinnya: jika Crawford kesulitan melawan Madrimov, maka menghadapi Canelo di kelas yang lebih berat akan menjadi tugas yang jauh, jauh lebih sulit, bahkan mungkin mustahil untuk dimenangkan dengan meyakinkan. Ini adalah cara De La Hoya menyampaikan keraguannya yang mendalam terhadap prospek Crawford di kelas 76,2 kilogram, terutama di usianya saat ini, dan berdasarkan penampilannya yang terakhir.

Jadi, kalau kita rangkum, kritik De La Hoya terhadap pertarungan Canelo vs Crawford itu berlapis. Pertama, dia menolak keras label 'pertarungan terbesar' yang digemborkan oleh pihak promotor, khususnya Turki Alalshikh. Menurutnya, label itu menggelikan dan hanya klaim sepihak yang tidak didukung oleh antusiasme penggemar tinju. Kedua, dia melihat duel ini sebagai pertarungan antara dua petinju yang sudah melewati masa emas mereka, alias 'dua orang tua', yang motivasi utamanya mungkin lebih ke arah finansial ketimbang pencapaian legasi.

Ketiga, dia menyoroti faktor usia yang krusial dalam tinju. Canelo yang akan berusia 35 dan Crawford yang sudah 38 (dan sebentar lagi 40) dinilai sudah menunjukkan tanda-tanda penurunan performa. De La Hoya bahkan secara spesifik merujuk pada penampilan terakhir mereka sebagai bukti fisik dari usia mereka yang sudah tidak muda lagi untuk ukuran atlet top.

Keempat, kritik terpedasnya mengarah pada Terence Crawford dan keputusan untuk naik kelas. Penampilan Crawford yang 'susah payah' dan 'hidup dan mati' melawan Israil Madrimov di kelas yang lebih ringan dianggap sebagai bukti bahwa Crawford sudah melambat. Dan jika menghadapi Madrimov saja sulit, bagaimana bisa dia bersaing dengan Canelo yang perkasa di kelas 76,2 kilogram? De La Hoya terang-terangan meragukan kemampuan Crawford untuk menghadapi Canelo based on his last performance.

Semua poin ini mengarah pada satu kesimpulan di benak Oscar De La Hoya: pertarungan Canelo vs Crawford, meskipun melibatkan dua nama besar, bukanlah pertarungan terbesar yang bisa disajikan saat ini. Ini mungkin pertarungan besar dalam hal uang dan pemasaran berkat dorongan dari Alalshikh, tetapi dalam hal daya tarik murni, pertarungan puncak antar juara yang sedang di puncak performa, ini jauh dari itu. Bagi De La Hoya, ini lebih merupakan tontonan yang menampilkan dua petinju veteran yang mencoba mengambil satu bayaran besar lagi sebelum tirai benar-benar tertutup.

Komentar De La Hoya ini, tentu saja, akan memicu perdebatan sengit di kalangan penggemar dan analis tinju. Ada yang mungkin setuju, melihat usia kedua petinju dan potensi penurunan performa. Ada juga yang mungkin tidak setuju, berargumen bahwa meskipun usia bertambah, pengalaman dan kecerdasan bertinju mereka tetap bisa menghasilkan pertarungan yang menarik, atau bahkan bahwa 'tua' menurut standar tinju elit tetaplah lebih baik dari sebagian besar petinju lain.

Namun, terlepas dari setuju atau tidak setuju, satu hal yang pasti: Oscar De La Hoya telah melontarkan bom ke tengah wacana pertarungan Canelo vs Crawford. Dia menantang narasi 'pertarungan terbesar' yang coba dibangun, dan menggantinya dengan narasi yang jauh lebih sinis dan mungkin, di mata sebagian orang, lebih realistis: pertarungan dua orang tua demi uang, yang penampilannya sudah menunjukkan tanda-tanda kemunduran.

Ini bukan kali pertama De La Hoya membuat komentar kontroversial. Dia dikenal sebagai pribadi yang blak-blakan dan tidak ragu menyuarakan pendapatnya, bahkan jika itu berlawanan dengan arus utama atau kritik terhadap petinju yang pernah atau akan bertarung di bawah benderanya (meskipun Canelo pernah berseteru dengannya). Jadi, pandangan ini datang dari seseorang yang punya pengalaman panjang di dalam dan di luar ring, sebagai petinju dan promotor.

Kritik De La Hoya soal kurangnya minat penggemar juga menarik untuk dicermati. Di era media sosial dan akses informasi yang mudah, suara penggemar itu penting. Apakah memang benar sebagian besar fans tidak terlalu antusias? Atau apakah ini hanya pandangan De La Hoya yang mungkin dipengaruhi oleh faktor lain? Mengingat Canelo dan Crawford adalah dua nama paling dikenal di tinju saat ini, sepertinya sulit membayangkan pertarungan mereka tidak menarik perhatian sama sekali. Namun, mungkin yang dimaksud De La Hoya adalah kurangnya gairah 'luar biasa', gairah 'generasi', gairah 'warisan' yang biasanya mengiringi 'pertarungan terbesar' sejati.

Bayangkan pertarungan-pertarungan yang benar-benar dianggap terbesar dalam sejarah, misalnya Muhammad Ali vs Joe Frazier, Sugar Ray Leonard vs Roberto Duran, atau bahkan Oscar De La Hoya sendiri melawan Felix Trinidad. Pertarungan-pertarungan itu terjadi ketika kedua petinju berada di atau dekat puncak performa mereka, dan mewakili pertaruhan besar dalam karier dan legasi mereka. Apakah Canelo vs Crawford, di usia mereka saat ini dan dengan pertanyaan seputar kemampuan Crawford di kelas yang lebih berat, punya bobot historis dan gairah publik yang sama? De La Hoya jelas berpikir tidak.

Kritik soal usia juga perlu dipertimbangkan. Memang benar, ada petinju yang bisa tampil di level tinggi di usia yang sudah tidak muda lagi. Bernard Hopkins adalah contoh klasik. Tapi itu adalah pengecualian, bukan aturan. Bagi sebagian besar petinju, terutama yang mengandalkan kecepatan dan refleks, usia 35 atau bahkan 38 itu sudah melewati masa puncak fisik. Dan De La Hoya, dengan pengalamannya sendiri sebagai petinju, pasti paham betul bagaimana rasanya bertarung ketika tubuh mulai merespons lebih lambat.

Penampilan Crawford melawan Madrimov memang menjadi sorotan kunci dalam argumen De La Hoya. Frasa 'hidup dan mati' itu sangat kuat. Jika seorang petinju yang dielu-elukan begitu rupa harus bersusah payah sedemikian rupa melawan lawan yang dianggap bukan di level pound-for-pound, apa artinya itu bagi statusnya? Dan bagaimana dia bisa menghadapi Canelo yang kekuatannya sudah terbukti di kelas 76,2 kilogram?

Canelo sendiri, meskipun belum setua Crawford, juga sudah melewati beberapa pertarungan sulit. Kekalahannya dari Dmitry Bivol di kelas 79,4 kilogram menunjukkan bahwa ada batasan fisik yang tidak bisa dia lawan. Meskipun Bivol adalah petinju yang luar biasa, kekalahan itu menimbulkan pertanyaan apakah Canelo sudah melewati puncak performanya, atau apakah dia hanya kurang cocok di kelas itu. Bertarung di 76,2 kilogram, Canelo memang kembali ke kelas 'natural'-nya, tapi usia 35 tetaplah usia yang matang, di mana penurunan bisa terjadi kapan saja, meskipun halus pada awalnya.

Jadi, argumen De La Hoya ini bukan sekadar mengolok-olok. Ini adalah analisis kritis yang, meskipun disampaikan dengan bahasa yang pedas dan provokatif, berdasarkan pada faktor-faktor yang relevan dalam tinju: usia, performa terakhir, dan minat pasar. Dia seolah mengajak kita untuk melihat melampaui gemerlap pemasaran dan melihat realitas di atas ring.

Pada akhirnya, pertarungan ini mungkin tetap akan terjadi, terutama jika uang yang ditawarkan cukup besar. Dan mungkin saja Canelo atau Crawford akan membuktikan De La Hoya salah dengan memberikan penampilan yang luar biasa dan menciptakan pertarungan yang epik. Tinju sering kali punya cara untuk mengejutkan kita. Tapi, untuk saat ini, suara lantang Oscar De La Hoya telah menanamkan benih keraguan dan perdebatan yang signifikan.

Dia telah menarik garis tegas: klaim "pertarungan terbesar" itu berlebihan dan menggelikan di matanya. Yang dia lihat hanyalah dua petinju veteran, dua "orang tua" dalam bahasa tinju, yang sedang berupaya mendapatkan bayaran besar, sementara tanda-tanda usia dan penurunan performa sudah terlihat jelas, terutama pada penampilan terakhir Crawford. Ini adalah pandangan yang sinis, tetapi datang dari seseorang yang telah melihat semuanya di dunia tinju. Dan terkadang, kebenaran yang pahit diucapkan dengan cara yang paling menusuk.

Jadi, apakah Anda setuju dengan Oscar De La Hoya? Apakah Canelo vs Crawford memang hanyalah pertarungan antara dua orang tua yang mencari uang, atau apakah ini masih memiliki potensi untuk menjadi duel yang layak dinantikan? Debat ini sepertinya masih akan panjang, setidaknya sampai kedua petinju itu benar-benar naik ring dan menunjukkan kepada dunia (atau kepada De La Hoya) apa yang masih tersisa dari mereka.

Tapi satu hal pasti, komentar pedas dari "Golden Boy" ini telah berhasil mencuri perhatian dan mengubah narasi awal yang mencoba membangun pertarungan ini sebagai duel paling megah tahun ini. Dia berhasil mengingatkan kita bahwa di balik klaim-klaim besar, ada realitas fisik dan pasar yang tidak bisa diabaikan. Dan realitas itu, menurutnya, menunjukkan bahwa Canelo vs Crawford bukanlah puncak gunung tinju saat ini, melainkan mungkin lebih dekat ke lereng di sisi lain, di mana matahari sudah mulai terbenam.

Sebuah perspektif yang brutal, ya? Tapi di dunia tinju, kadang kejujuran itu memang datang dalam kemasan yang paling tidak menyenangkan.

```

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Silfester Matutina Tuding Ada Bohir di Balik Desakan Pemakzulan Gibran

Berikut adalah artikel yang Anda minta, dalam gaya Anderson Cooper yang informal dan menarik, siap untuk dipublikasikan: Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Anda tahu, di dunia politik, seringkali ada drama yang tersaji di depan mata kita. Tapi, pernahkah Anda berpikir, apa yang sebenarnya terjadi di balik panggung? Siapa yang menarik tali, siapa yang memegang kendali? Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan, mencuat dari sebuah pengakuan yang cukup mengejutkan. Ini bukan sekadar desas-desus, ini adalah tudingan serius yang dilemparkan langsung oleh salah satu tokoh di barisan pendukung capres-cawapres yang baru saja memenangkan kontestasi, Bapak Silfester Matutina. Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), baru-baru ini membuat pernyataan yang bisa dibilang mengguncang jagat politik...

KIKO Season 4 Episode THE CURATORS Bawa Petualangan Baru Kota Asri Masa Depan

JAKARTA - Menemani minggu pagi yang seru bersama keluarga, serial animasi KIKO Season Terbaru hadir di RCTI dengan membawa keseruan untuk dinikmati bersama di rumah. Hingga saat ini, KIKO telah meraih lima penghargaan bergengsi di tingkat nasional dan internasional dalam kategori anak-anak dan animasi. Serial ini juga telah didubbing ke dalam empat bahasa dan tayang di 64 negara melalui berbagai platform seperti Disney XD, Netflix, Vision+, RCTI+, ZooMoo Channel, dan Roku Channel. Musim terbaru ini menghadirkan kisah yang lebih segar dan inovatif, mempertegas komitmen MNC Animation dalam industri kreatif. Ibu Liliana Tanoesoedibjo menekankan bahwa selain menyajikan hiburan yang seru, KIKO juga mengandung nilai edukasi yang penting bagi anak-anak Indonesia. Berikut sinopsis episode terbaru KIKO minggu ini. Walikota menugaskan Kiko dkk untuk menyelidiki gedung bekas Galeri Seni karena diduga telah alih fungsi menjadi salah satu markas The Rebel. Kiko, Tingting, Poli, dan Pa...

Khotbah Jumat Pertama Dzulhijjah : Keutamaan 10 Hari Awal Bulan Haji

Khotbah Jumat kali ini mengangkat tema keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan hari ini merupakan Jumat pertama di Bulan Haji tersebut bertepatan dengan tanggal 30 Mei 2025. Berikut materi Khotbah Jumat Dzulhijjah disampaikan KH Bukhori Sail Attahiry dilansir dari website resmi Masjid Istiqlal Jakarta. Khutbah ini bisa dijadikan materi dan referensi bagi khatib maupun Dai yang hendak menyampaikan khotbah Jumat. Allah subhanahu wata'ala memberikan keutamaan pada waktu-waktu agung. Di antara waktu agung yang diberikan keutamaan oleh Allah adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah . Keutamaan tersebut memberikan kesempatan kepada umat Islam agar memanfaatkannya untuk berlomba mendapatkan kebaikan, baik di dunia maupun di Akhirat. Hal ini dijelaskan melalui Hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berikut: Artinya: "Dari Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh...