Langsung ke konten utama

Rhoma Irama Ikhlas Lagunya Dinyanyikan Tanpa Bayar Royalti, Anggap Sedekah

Filosofi Sang Raja: Ketika Rhoma Irama Izinkan Lagu Dinyanyikan Gratis, Sedekah Seni di Tengah Badai Royalti

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Halo, Sobat Musik dan para pencinta dangdut Tanah Air! Kita lagi di tengah-tengah... yah, bisa dibilang badai lah ya, badai soal hak cipta dan royalti di industri musik Indonesia. Banyak musisi, pencipta lagu, yang lagi berjuang keras nih, menuntut apa yang memang jadi hak mereka, yaitu royalti ketika karya mereka dipakai, dinyanyikan, atau dipertontonkan di publik. Memang, isu ini sensitif banget, menyangkut perut, menyangkut penghargaan atas sebuah karya.

Nah, di tengah hiruk pikuk, keriuhan, dan kadang bikin pusing soal masalah hak cipta ini, muncul sebuah pernyataan yang jujur aja, bikin kita semua, para pengamat musik, penggemar, bahkan mungkin sesama musisi, mengerutkan dahi. Sebuah pernyataan yang datangnya bukan dari sembarang orang. Tapi dari... ya, siapa lagi kalau bukan Sang Raja Dangdut, legenda hidup musik Indonesia, Bapak Rhoma Irama.

Pernyataan beliau ini sungguh... mengejutkan, menyejukkan di satu sisi, tapi juga memunculkan banyak pertanyaan di sisi lain. Bagaimana tidak? Di saat orang-orang sedang gencar-gencarnya menuntut royalti, memperjuangkan hak cipta mati-matian—karena memang itu hak, lho ya—Sang Raja Dangdut malah justru melontarkan kalimat yang isinya kebalikan total dari arus utama.

Bayangkan, Rhoma Irama dengan tegas menyatakan, beliau... iya, beliau, pencipta lagu-lagu yang tak terhitung jumlahnya, lagu-lagu yang jadi hits lintas generasi, lagu-lagu yang sudah jadi soundtrack hidup banyak orang di negeri ini, lagu-lagu yang terus menerus dinyanyikan di mana-mana, baik itu di panggung besar, hajatan kampung, sampai di kamar mandi sekalipun... beliau bilang, beliau ikhlas! Ikhlas lho, ya. Beliau mengaku ikhlas lagu-lagunya dinyanyikan oleh siapa saja, di mana saja, bahkan... bahkan tanpa perlu membayar royalti sepeser pun kepadanya.

Wah, ini gimana ceritanya? Di saat seniman lain berdarah-darah memperjuangkan hak finansial dari karyanya, Rhoma Irama malah bilang "nggak usah bayar". Ini kan sebuah antitesis yang menarik banget, sebuah sikap yang berani beda, bahkan mungkin bisa dibilang radikal di tengah kondisi industri saat ini.

Apa maksudnya ini? Apakah ini bentuk kritik? Apakah ini murni dari lubuk hati terdalam? Atau ada filosofi lain yang mendasarinya? Nah, mari kita coba bedah lebih dalam, berdasarkan apa yang beliau sampaikan sendiri.

Mengapa Ikhlas? Konsep Sedekah Nonmateri ala Sang Raja

Menurut Rhoma Irama, keputusannya ini bukan tanpa alasan. Ada dasar pemikiran yang kuat, yang beliau sebut sebagai bentuk sedekah nonmateri. Iya, sedekah, tapi bukan pakai uang atau barang. Sedekah dalam bentuk seni, dalam bentuk karya cipta yang beliau miliki.

Ini sebuah perspektif yang unik dan mendalam. Kita biasanya memahami sedekah itu ya memberi rezeki dalam bentuk materi kepada yang membutuhkan. Tapi Rhoma Irama meluaskan makna sedekah itu, membawanya ke ranah nonmateri, ranah seni dan kreativitas.

Beliau memandang karya seninya, lagu-lagu ciptaannya itu, sebagai sesuatu yang bisa disedekahkan. Sesuatu yang bisa diberikan secara cuma-cuma kepada orang lain. Dan sedekah dalam bentuk seni ini, menurut beliau, punya nilai spiritual yang tinggi, bahkan mendatangkan pahala.

Menarik banget kan? Artinya, beliau melihat lagunya bukan sekadar produk komersial semata, meskipun jelas-jelas lagu-lagu itu punya nilai komersial yang sangat tinggi. Beliau melihat lagunya sebagai sebuah anugerah dari Tuhan, sebuah wasilah kebaikan, yang bisa disalurkan manfaatnya seluas-luasnya.

Konsep sedekah nonmateri ini benar-benar menohok. Di tengah dunia yang makin materialistis, di mana segala sesuatu diukur dengan uang, Sang Raja Dangdut mengingatkan kita, bahwa ada bentuk sedekah lain yang tidak kalah berharga, bahkan bisa jadi lebih abadi manfaatnya: sedekah dalam bentuk ilmu, keterampilan, nasihat baik, atau dalam kasus beliau ini, sedekah dalam bentuk karya seni yang bermanfaat.

Lalu, manfaat seperti apa yang dimaksud? Tentu saja manfaat yang dirasakan oleh orang lain ketika mereka menyanyikan lagu-lagu Rhoma Irama. Mungkin penyanyi kafe yang bisa menghidupi keluarganya dengan menyanyikan lagu Rhoma. Mungkin EO hajatan yang acaranya jadi meriah berkat lagu Rhoma. Mungkin masyarakat umum yang terhibur, termotivasi, atau tercerahkan oleh lirik-lirik lagu Rhoma yang memang banyak mengandung pesan moral dan dakwah.

Semua manfaat yang dirasakan oleh orang lain ini, menurut filosofi Rhoma Irama, kembali lagi kepada beliau dalam bentuk pahala. Jadi, semakin banyak lagu beliau dinyanyikan, semakin banyak orang merasakan manfaatnya, maka semakin berlipat ganda pula pahala yang mengalir kepada Sang Pencipta lagu. Sebuah investasi akhirat melalui jalur seni.

Filosofi "Mubazir": Lagu Adalah untuk Dinyanyikan, Bukan Disimpan

Nah, ini dia poin lain yang tak kalah penting dari pernyataan Rhoma Irama. Beliau mengatakan, dan ini yang beliau kutip langsung dari dirinya sendiri di kanal YouTube Rhoma Irama Official, "Karena prinsip saya begini, kalau saya (lagu) nggak dinyanyiin orang, kayak ini Masya Allah mubazir nih lagu."

Kata "mubazir" ini sangat kuat maknanya dalam konteks ini. Mubazir itu kan artinya sia-sia, terbuang percuma, tidak dimanfaatkan. Rhoma Irama memandang lagunya, karya ciptanya, itu seperti amanah, seperti rezeki yang diberikan Tuhan kepadanya dalam bentuk melodi, lirik, dan aransemen.

Dan amanah atau rezeki itu, menurut beliau, punya tujuan: yaitu untuk disebarkan, untuk dinikmati, untuk diambil manfaatnya oleh orang banyak. Kalau lagu itu cuma disimpan, cuma jadi arsip pribadi, atau penggunaannya dibatasi sedemikian rupa oleh urusan komersial sehingga orang jadi enggan atau kesulitan untuk menyanyikannya, maka menurut beliau, itu jadi mubazir!

Sia-sia sebuah karya yang berpotensi menghibur, menginspirasi, dan mendatangkan kebaikan, jika hanya teronggok begitu saja atau sulit diakses oleh publik. Filosofi ini menempatkan fungsi sosial dan kebermanfaatan seni jauh di atas fungsi komersialnya. Bagi Rhoma Irama, nilai tertinggi sebuah lagu adalah ketika lagu itu hidup di tengah masyarakat, ketika lagu itu dinyanyikan, didendangkan, dan menemani perjalanan hidup banyak orang.

Jadi, daripada lagunya mubazir karena terbentur urusan royalti atau hak cipta yang rumit, beliau memilih untuk membuka pintu selebar-lebarnya. Silakan, ambil, nyanyikan, manfaatkan. Agar lagunya tidak sia-sia, agar lagunya terus hidup dan bermanfaat.

Prinsip ini juga memberikan kita sudut pandang lain tentang apa makna kesuksesan bagi seorang seniman legendaris sekelas Rhoma Irama. Mungkin bagi beliau, kesuksesan bukan hanya diukur dari berapa banyak royalti yang terkumpul, atau berapa banyak uang yang dihasilkan dari karya-karyanya. Tapi kesuksesan itu justru terletak pada sejauh mana karyanya bisa diterima, dicintai, dan terus hidup di tengah masyarakat, memberikan manfaat, dan yang paling penting bagi beliau, mendatangkan pahala.

Ini sebuah pandangan yang patut direnungkan, terutama di era digital seperti sekarang, di mana isu hak cipta dan monetisasi karya menjadi sangat kompleks. Rhoma Irama seolah memberikan jalan keluar yang tak terpikirkan oleh banyak orang: melepaskan beban komersial demi kebermanfaatan dan pahala yang lebih luas.

Termasuk untuk Keperluan Komersial? Ya, Bahkan Itu!

Dan inilah yang membuat pernyataan beliau makin... uhm, berani dan mengejutkan. Rhoma Irama menegaskan, beliau mengizinkan siapa saja menyanyikan lagu-lagunya tanpa perlu membayar royalti, dan beliau menambahkan, "termasuk untuk keperluan komersial sekalipun."

Ini bukan main-main, lho. Keperluan komersial itu kan artinya lagu beliau dipakai untuk mencari keuntungan. Dipakai oleh penyanyi lain untuk konser berbayar, dipakai oleh stasiun televisi untuk acara yang mendatangkan iklan, dipakai oleh rumah produksi untuk film yang tiketnya dijual, dan lain sebagainya.

Dalam skema industri musik yang umum, penggunaan lagu untuk keperluan komersial inilah yang biasanya dikenakan tarif royalti yang paling tinggi dan paling ketat pengawasannya. Ini adalah sumber pendapatan utama bagi banyak pencipta lagu dan penerbit musik.

Tapi Rhoma Irama bilang, bahkan untuk itu pun, silakan saja, nggak usah bayar ke beliau. Ini lho letak "gebrakannya" yang paling terasa. Beliau secara sadar dan sukarela melepaskan potensi pendapatan komersial yang sangat besar dari katalog lagu-lagu emasnya yang jumlahnya ratusan, bahkan ribuan, dan sudah terbukti laku keras di pasaran selama puluhan tahun.

Mengapa beliau melakukan ini? Kita kembali lagi ke filosofi sedekah nonmateri dan prinsip mubazir tadi. Mungkin bagi beliau, pendapatan komersial itu sekunder. Yang primer adalah bagaimana lagunya bisa terus memberikan manfaat, bahkan manfaat ekonomi bagi orang lain yang menyanyikannya secara komersial. Dan dari manfaat itulah, pahala mengalir.

Ini adalah sebuah kalkulasi yang berbeda. Bukan kalkulasi bisnis murni, tapi kalkulasi spiritual. Beliau seolah berinvestasi di "Bank Akhirat" dengan cara membebaskan royalti lagu-lagunya. Keuntungan materi di dunia mungkin beliau lepaskan sebagian, tapi beliau yakin akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dan abadi di sisi Tuhan.

Tentu saja, sikap ini menimbulkan pro dan kontra. Ada yang memuji kemurahan hati dan filosofi beliau. Ada juga yang mungkin bertanya-tanya, apakah sikap ini tidak merusak tatanan industri yang sedang dibangun susah payah untuk menghargai hak kekayaan intelektual? Apakah ini tidak membuat musisi lain yang sedang berjuang menuntut royalti jadi terlihat 'matre' di hadapan publik?

Namun, terlepas dari berbagai interpretasi, fakta bahwa seorang maestro sekelas Rhoma Irama mengambil sikap seperti ini di tengah "kisruh pelanggaran hak cipta" adalah sesuatu yang luar biasa dan patut dicatat dalam sejarah musik Indonesia.

Reaksi dan Perhatian Publik: Sebuah Langkah yang Tak Bisa Diabaikan

Seperti yang disebutkan dalam informasi awal, langkah mengejutkan dari Sang Raja Dangdut ini sontak menuai perhatian luas dari publik dan kalangan musisi Tanah Air. Bagaimana tidak? Ini adalah pernyataan yang datang dari figur sentral di industri musik, figur yang lagu-lagunya punya jangkauan sangat luas, dan figur yang posisinya sangat kuat untuk berbicara soal hak cipta dan royalti.

Ketika Rhoma Irama yang notabene adalah pemilik karya besar bicara seperti ini, suaranya pasti menggema. Sikap beliau menjadi sorotan. Banyak orang bertanya-tanya, apa implikasinya bagi musisi lain? Apakah ini akan menjadi tren baru? Atau ini hanya sikap pribadi seorang Rhoma Irama yang memang memiliki pandangan hidup dan filosofi yang unik?

Bagi publik, mungkin ini terdengar seperti kabar baik. Artinya, mereka bisa lebih bebas menggunakan lagu-lagu hits Rhoma Irama tanpa khawatir soal urusan hukum hak cipta yang rumit dan biaya royalti yang memberatkan, setidaknya dari sisi Rhoma Irama sebagai pencipta.

Namun, bagi kalangan musisi, khususnya mereka yang sedang berjuang keras menuntut hak royalti, sikap Rhoma Irama ini bisa jadi pisau bermata dua. Di satu sisi, mereka mungkin menghormati filosofi dan kemurahan hati Sang Raja. Di sisi lain, mereka mungkin khawatir sikap ini bisa melemahkan posisi tawar mereka dalam memperjuangkan royalti dari pihak-pihak pengguna komersial.

Isu royalti ini memang kompleks. Ada banyak pihak yang terlibat, mulai dari pencipta lagu, publisher, lembaga manajemen kolektif (LMK), pengguna (seperti tempat hiburan, stasiun TV/radio, EO, dll), sampai ke pemerintah yang membuat regulasi.

Pernyataan Rhoma Irama ini, dengan segala bobot dan pengaruhnya sebagai seorang legenda, tentu saja masuk dalam diskursus publik tentang hak cipta ini. Sikap beliau menjadi salah satu sudut pandang ekstrem di spektrum perdebatan royalti: di satu sisi ada yang menuntut haknya seketat mungkin, di sisi lain ada Rhoma Irama yang justru mengizinkan penggunaan gratis, bahkan untuk komersial.

Perhatian luas yang timbul menunjukkan betapa sensitifnya isu ini, dan betapa besar pengaruh seorang Rhoma Irama. Sikap beliau tidak bisa hanya dilihat sebagai keputusan pribadi semata, tapi juga sebagai sebuah pernyataan publik yang memiliki resonansi di seluruh ekosistem musik Indonesia.

Mendalami Konsep "Sumbangsih Seni yang Berpahala"

Mari kita kembali sedikit ke konsep yang diusung Rhoma Irama: sumbangsih seni yang berpahala. Ini bukan sekadar ungkapan biasa. Ini adalah fondasi filosofis yang tampaknya menjadi dasar utama dari sikap beliau soal royalti.

Sumbangsih, artinya memberikan kontribusi. Seni, artinya karya cipta, ekspresi estetika. Berpahala, artinya mendatangkan ganjaran kebaikan dari sisi spiritual, dari sisi Tuhan.

Jadi, bagi Rhoma Irama, menciptakan lagu itu bukan sekadar menghasilkan karya untuk dinikmati telinga atau dipuja-puja. Lebih dari itu, lagu-lagunya adalah sebuah medium untuk memberikan sumbangsih kepada masyarakat, dan sumbangsih itu pada akhirnya bernilai pahala di hadapan Tuhan.

Sumbangsih apa? Bisa sumbangsih hiburan, tentu saja. Musik itu menghibur, mengurangi stres, menemani suasana. Itu sudah sebuah sumbangsih yang nyata.

Tapi kalau kita perhatikan lirik-lirik lagu Rhoma Irama, banyak sekali yang mengandung pesan moral, pesan keagamaan, kritik sosial, ajakan berbuat baik, peringatan tentang dosa, dan lain sebagainya. Lagu-lagu beliau seringkali menjadi media dakwah yang sangat efektif, menembus berbagai lapisan masyarakat.

Nah, sumbangsih dalam bentuk pesan-pesan kebaikan inilah yang mungkin paling ditekankan oleh Rhoma Irama ketika beliau bicara soal "berpahala". Ketika seseorang menyanyikan lagu beliau yang berisi pesan moral, lalu pesan itu sampai ke pendengar dan menginspirasi mereka untuk berbuat baik, bukankah itu sebuah mata rantai kebaikan?

Dan dalam ajaran agama, setiap kebaikan yang kita sebarkan, sekecil apa pun itu, akan mendatangkan pahala. Rhoma Irama tampaknya melihat proses penyebaran lagu-lagunya sebagai penyebaran kebaikan, penyebaran pesan-pesan positif, dan itulah yang menjadi "pahala" bagi beliau.

Sehingga, ketika lagu-lagu itu dinyanyikan oleh orang lain, bahkan untuk keperluan komersial sekalipun, itu berarti mata rantai penyebaran kebaikan (dan hiburan) itu terus berlanjut, terus meluas. Dan setiap mata rantai yang terhubung, setiap orang yang terhibur atau terinspirasi, akan menambah pundi-pundi pahala bagi Sang Pencipta.

Dalam pandangan ini, royalti finansial mungkin menjadi tidak sepenting royalti spiritual, yaitu pahala yang terus mengalir selama lagu itu terus dinyanyikan dan memberikan manfaat.

Ini adalah sebuah cara pandang yang... langka. Di tengah dunia yang serba terukur secara materi, di mana harga sebuah karya seni seringkali hanya dilihat dari berapa juta atau miliaran yang bisa dihasilkan, Rhoma Irama mengingatkan kita bahwa ada nilai-nilai lain yang tak ternilai harganya, yaitu kebermanfaatan dan ganjaran dari Tuhan.

Ini juga menunjukkan betapa kuatnya keyakinan spiritual dalam diri Sang Raja Dangdut. Filosofi hidup dan berkarya beliau sangat kental diwarnai oleh nilai-nilai keagamaan. Bagi beliau, berkarya itu bukan hanya soal profesi atau mencari nafkah, tapi juga bagian dari ibadah, bagian dari upaya mengumpulkan bekal untuk kehidupan setelah mati.

Pernyataan Anak: Ridho Rhoma dan Keluarga Besar

Dalam video yang sama, pernyataan Rhoma Irama ini juga disaksikan oleh putranya, Ridho Rhoma. Kehadiran Ridho di situ seolah menjadi saksi dan juga bagian dari penerus legacy Sang Raja.

Meskipun dalam kutipan yang kita bahas tidak ada detail reaksi langsung dari Ridho Rhoma, kehadiran beliau di momen tersebut menunjukkan bahwa pernyataan ini disampaikan dalam lingkup keluarga dan tim terdekat.

Bagaimana pandangan Ridho Rhoma dan keluarga besar Soneta terkait sikap ini? Tentu hanya mereka yang tahu persis. Namun, sebagai ahli waris potensial dari karya-karya besar Rhoma Irama, sikap sang ayah tentu akan sangat berpengaruh.

Apakah mereka sepenuhnya sejalan dengan filosofi "sedekah nonmateri" ini? Apakah ini akan menjadi kebijakan Soneta Group ke depannya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang menarik, meskipun belum terjawab dalam informasi yang ada.

Penting untuk diingat, meskipun Rhoma Irama mengikhlaskan royalti dari sisi pencipta, ada entitas lain dalam industri musik, seperti publisher atau label rekaman, yang mungkin juga memiliki hak atas penggunaan lagu-lagu tersebut, tergantung pada perjanjian yang ada.

Namun, pernyataan dari pencipta aslinya, apalagi sekelas Rhoma Irama, memiliki bobot yang sangat besar dan tidak bisa diabaikan dalam ekosistem musik. Sikap beliau akan menjadi referensi penting, setidaknya dari perspektif Sang Raja sendiri.

Implikasi di Tengah "Kisruh Pelanggaran Hak Cipta"

Mari kita tempatkan pernyataan Rhoma Irama ini kembali ke dalam konteks yang disebutkan di awal: "kisruh pelanggaran hak cipta yang mewarnai industri musik Indonesia."

Situasi "kisruh" ini menggambarkan bahwa banyak terjadi praktik pelanggaran, di mana karya musik digunakan tanpa izin atau tanpa pembayaran royalti yang semestinya. Ini merugikan para pencipta lagu dan musisi, dan membuat ekosistem musik menjadi tidak sehat.

Berbagai upaya sudah dilakukan untuk memperbaiki situasi ini, mulai dari sosialisasi, penegakan hukum, pembentukan dan penguatan lembaga manajemen kolektif (LMK), sampai pada perjuangan individual musisi untuk menuntut haknya.

Di tengah perjuangan ini, di mana banyak musisi sedang 'bertempur' di 'medan perang' hak cipta untuk mendapatkan apa yang seharusnya mereka terima, muncul Rhoma Irama dengan bendera putih-nya, seolah berkata, "Sudahlah, tidak perlu diperjuangkan secara materi, ambil saja, ikhlas saya."

Kontras ini begitu tajam. Di satu sisi ada desakan untuk penegakan hukum yang ketat dan pembayaran royalti yang adil. Di sisi lain ada kemurahan hati seorang legenda yang memilih jalan sedekah nonmateri.

Apakah sikap Rhoma Irama ini akan meredakan "kisruh"? Mungkin tidak secara langsung dalam arti menyelesaikan persoalan struktural pelanggaran hak cipta. Tapi sikap ini memberikan dimensi baru dalam perdebatan. Ini mengingatkan semua pihak bahwa karya seni itu bukan hanya soal uang. Ada nilai-nilai lain yang mungkin lebih tinggi, seperti kebermanfaatan, penyebaran kebaikan, dan dimensi spiritual.

Bagi para pengguna lagu, sikap Rhoma Irama ini bisa jadi angin segar. Tapi ini tidak berarti semua lagu bisa digunakan seenaknya tanpa royalti. Lagu-lagu Rhoma Irama yang jumlahnya begitu banyak itu hanyalah sebagian kecil dari total lagu yang ada di Indonesia. Dan sikap Rhoma Irama ini adalah sikap pribadi beliau, yang mungkin tidak bisa digeneralisasi ke semua musisi dan pencipta lagu.

Namun, pernyataan ini bisa menjadi cermin bagi semua pihak. Bagi para pencipta lagu, ini bisa menjadi refleksi tentang makna berkarya dan nilai sebuah karya. Apakah hanya sebatas materi? Atau ada hal lain yang lebih penting? Bagi para pengguna, ini bisa menjadi pengingat bahwa di balik sebuah lagu, ada jerih payah dan filosofi penciptanya, bahkan ada yang memilih untuk mengikhlaskan haknya demi kemaslahatan yang lebih luas.

Sikap Rhoma Irama ini adalah sebuah fenomena sosial dan kultural di industri musik Indonesia. Muncul di saat yang krusial, ketika isu hak cipta sedang panas-panasnya. Sikap ini tidak hanya menunjukkan kemurahan hati seorang seniman besar, tetapi juga mencerminkan pandangan hidup dan keyakinan spiritual yang begitu kental.

Ini bukan hanya tentang royalti. Ini tentang filosofi berkarya. Ini tentang pandangan seorang legenda tentang arti penting karyanya bagi orang lain dan bagi dirinya di hadapan Tuhan. Ini tentang bagaimana seni bisa menjadi wasilah sedekah dan pahala.

Penutup: Sebuah Warisan Filosofi dari Raja Dangdut

Jadi, ketika Rhoma Irama, Raja Dangdut yang lagu-lagunya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan banyak orang Indonesia, menyatakan bahwa beliau ikhlas lagunya dinyanyikan tanpa royalti, bahkan untuk keperluan komersial, dengan alasan sedekah nonmateri, sumbangsih seni yang berpahala, dan agar lagunya tidak mubazir... ini adalah lebih dari sekadar berita soal royalti biasa.

Ini adalah penyampaian sebuah filosofi hidup, sebuah pandangan dunia tentang arti penting sebuah karya dan bagaimana seharusnya karya itu dimanfaatkan.

Di tengah gempuran materialisme, di tengah perjuangan keras untuk menegakkan hak kekayaan intelektual yang memang valid dan penting, Rhoma Irama datang dengan perspektif yang berbeda. Perspektif yang berbasis pada nilai-nilai spiritual, pada kemurahan hati, dan pada keinginan agar karyanya terus hidup dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya.

Ini adalah warisan yang bukan hanya berupa lagu-lagu hits yang tak lekang dimakan waktu, tapi juga sebuah warisan filosofi tentang arti berkarya, arti berbagi, dan arti mengumpulkan bekal spiritual melalui jalan seni.

Sikap Rhoma Irama ini akan terus menjadi bahan perbincangan dan perenungan. Apakah ini akan mengubah peta industri musik Indonesia terkait hak cipta? Waktu yang akan menjawabnya.

Tapi yang jelas, pernyataan dari kanal YouTube Rhoma Irama Official ini telah membuka mata kita pada sebuah cara pandang yang langka dan mulia dari seorang maestro. Cara pandang yang menempatkan kebermanfaatan, keikhlasan, dan pahala di atas keuntungan materi semata.

Ini adalah pelajaran berharga tentang kekayaan sejati seorang seniman, yang ternyata tidak selalu terukur dari pundi-pundi uang, melainkan dari seberapa besar karyanya bisa memberikan kebaikan dan terus hidup di hati banyak orang.

Rhoma Irama, Sang Raja Dangdut, telah menunjukkan bahwa ada cara lain untuk memandang karya seni dan hak cipta. Cara pandang yang dilandasi keikhlasan, sedekah, dan keyakinan akan balasan spiritual. Sebuah sumbangsih filosofis yang tak kalah berharganya dari lagu-lagu emas ciptaannya.

Semoga ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, untuk melihat segala sesuatu, termasuk karya seni, dari sudut pandang yang lebih luas dan mendalam.

```

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Silfester Matutina Tuding Ada Bohir di Balik Desakan Pemakzulan Gibran

Berikut adalah artikel yang Anda minta, dalam gaya Anderson Cooper yang informal dan menarik, siap untuk dipublikasikan: Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Anda tahu, di dunia politik, seringkali ada drama yang tersaji di depan mata kita. Tapi, pernahkah Anda berpikir, apa yang sebenarnya terjadi di balik panggung? Siapa yang menarik tali, siapa yang memegang kendali? Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan, mencuat dari sebuah pengakuan yang cukup mengejutkan. Ini bukan sekadar desas-desus, ini adalah tudingan serius yang dilemparkan langsung oleh salah satu tokoh di barisan pendukung capres-cawapres yang baru saja memenangkan kontestasi, Bapak Silfester Matutina. Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), baru-baru ini membuat pernyataan yang bisa dibilang mengguncang jagat politik...

KIKO Season 4 Episode THE CURATORS Bawa Petualangan Baru Kota Asri Masa Depan

JAKARTA - Menemani minggu pagi yang seru bersama keluarga, serial animasi KIKO Season Terbaru hadir di RCTI dengan membawa keseruan untuk dinikmati bersama di rumah. Hingga saat ini, KIKO telah meraih lima penghargaan bergengsi di tingkat nasional dan internasional dalam kategori anak-anak dan animasi. Serial ini juga telah didubbing ke dalam empat bahasa dan tayang di 64 negara melalui berbagai platform seperti Disney XD, Netflix, Vision+, RCTI+, ZooMoo Channel, dan Roku Channel. Musim terbaru ini menghadirkan kisah yang lebih segar dan inovatif, mempertegas komitmen MNC Animation dalam industri kreatif. Ibu Liliana Tanoesoedibjo menekankan bahwa selain menyajikan hiburan yang seru, KIKO juga mengandung nilai edukasi yang penting bagi anak-anak Indonesia. Berikut sinopsis episode terbaru KIKO minggu ini. Walikota menugaskan Kiko dkk untuk menyelidiki gedung bekas Galeri Seni karena diduga telah alih fungsi menjadi salah satu markas The Rebel. Kiko, Tingting, Poli, dan Pa...

Khotbah Jumat Pertama Dzulhijjah : Keutamaan 10 Hari Awal Bulan Haji

Khotbah Jumat kali ini mengangkat tema keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan hari ini merupakan Jumat pertama di Bulan Haji tersebut bertepatan dengan tanggal 30 Mei 2025. Berikut materi Khotbah Jumat Dzulhijjah disampaikan KH Bukhori Sail Attahiry dilansir dari website resmi Masjid Istiqlal Jakarta. Khutbah ini bisa dijadikan materi dan referensi bagi khatib maupun Dai yang hendak menyampaikan khotbah Jumat. Allah subhanahu wata'ala memberikan keutamaan pada waktu-waktu agung. Di antara waktu agung yang diberikan keutamaan oleh Allah adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah . Keutamaan tersebut memberikan kesempatan kepada umat Islam agar memanfaatkannya untuk berlomba mendapatkan kebaikan, baik di dunia maupun di Akhirat. Hal ini dijelaskan melalui Hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berikut: Artinya: "Dari Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh...