Suara Hati dari Bawah Laut Raja Ampat: Pesan Urgen untuk Presiden Prabowo Soal Ancaman Tambang Nikel
Halo semuanya! Kita lagi ada kabar penting nih, datang langsung dari kekayaan laut kita yang paling dibanggakan, Raja Ampat. Jadi gini, bertepatan banget sama Hari Laut Sedunia atau World Ocean Day kemarin, ada sekelompok pegiat wisata selam yang ngumpul di bawah nama Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia, atau biasa disingkat IDCA.
Mereka bukan sembarang kumpul. Mereka nulis surat, tapi bukan surat biasa. Ini surat terbuka, dilayangkan langsung ke Bapak Presiden kita, Bapak Prabowo Subianto. Isinya? Aduh, isinya bikin hati miris. Mereka nyuarain kekhawatiran yang dalam banget. Kekhawatiran soal apa? Soal aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Nah, ini dia masalahnya. Raja Ampat kan kita kenal sebagai destinasi selam kelas dunia, tempat yang diakui seantero jagat keindahan bawah lautnya. Sekarang, tempat secantik itu dibilang terancam rusak. Rusak gara-gara apa? Gara-gara ekspansi industri ekstraktif, atau gampangnya ya tambang nikel ini.
Coba bayangkan. Di satu sisi, kita punya permata dunia, Raja Ampat, yang hidup dari keindahan alamnya, dari terumbu karang yang warna-warni, dari ikan-ikan yang berenang bebas, dari manta ray yang melayang anggun. Di sisi lain, ada aktivitas yang justru menggali, mengeruk, sesuatu yang katanya bisa merusak itu semua. Kontras banget, kan?
Nah, di surat terbuka itu, IDCA nggak cuma ngeluh. Mereka punya sikap, punya usulan. Ada empat poin utama yang mereka tuntut, yang mereka sampaikan langsung ke Bapak Presiden Prabowo. Kita bedah satu-satu ya, biar jelas apa sih yang dimau sama para pelaku wisata selam ini:
Masa Depan Raja Ampat: Empat Tuntutan Kunci dari Komunitas Selam
Pertama, mereka minta pencabutan izin tambang di Raja Ampat, dan nggak main-main, mintanya permanen. Permanen lho! Artinya, cabut, ya cabut selamanya. Kenapa bisa sampai minta dicabut permanen? Ya, itu tadi, karena mereka melihat aktivitas tambang ini sebagai ancaman serius buat kelestarian Raja Ampat. Mereka nggak mau ancaman itu cuma ditunda sebentar, mereka mau ancaman itu hilang sepenuhnya dari surga bawah laut kita itu.
Kedua, mereka minta perluasan zona perlindungan laut. Jadi, kawasan Raja Ampat itu memang sudah ada zona perlindungannya, tapi tampaknya bagi IDCA, itu belum cukup. Mereka merasa, untuk benar-benar mengamankan kawasan seunik Raja Ampat dari ancaman seperti tambang ini, cakupan area yang dilindungi harus lebih luas lagi. Semakin luas area yang statusnya dilindungi, semakin amanlah ekosistem di dalamnya, termasuk terumbu karang, ikan, dan semua biota laut yang hidup di sana.
Ketiga, mereka menekankan pentingnya penguatan ekonomi hijau berbasis masyarakat. Ini menarik. Mereka nggak cuma ngomong soal larangan atau perlindungan, tapi juga nawarin solusi ekonomi. Ekonomi hijau itu kan maksudnya ekonomi yang ramah lingkungan, yang nggak ngerusak alam. Dan pentingnya itu berbasis masyarakat. Artinya, masyarakat lokal yang ada di sekitar Raja Ampat itu diberdayakan, dikasih kesempatan buat dapat penghasilan dari pariwisata alam yang berkelanjutan, dari menjaga lingkungan, bukan dari aktivitas yang merusak. Jadi, kelestarian alamnya terjaga, masyarakatnya juga sejahtera. Win-win solution, katanya.
Keempat, ini juga nggak kalah penting, mereka minta pelibatan aktif komunitas lokal dalam pengelolaan kawasan. Komunitas lokal ini kan yang paling tahu, paling merasakan langsung dampaknya, dan mereka yang sehari-hari hidup berdampingan dengan Raja Ampat. Melibatkan mereka secara aktif dalam mengambil keputusan, dalam menjaga kawasan, itu krusial banget. Mereka punya kearifan lokal, punya pemahaman tentang ekosistem di sana yang mungkin nggak dimiliki orang dari luar. Jadi, pengelolaan Raja Ampat itu bukan cuma urusan pemerintah atau investor, tapi juga urusan masyarakatnya sendiri.
Empat poin ini, kalau kita lihat, intinya adalah bagaimana menjaga Raja Ampat dari ancaman kerusakan akibat tambang, sambil memastikan bahwa kawasan ini tetap memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan, terutama buat masyarakat di sekitarnya, dengan cara yang ramah lingkungan.
Mengapa Raja Ampat Begitu Penting? Lebih Dari Sekadar Destinasi Selam Biasa
Kenapa sih kok IDCA sampai sebegitunya membela Raja Ampat dari tambang? Bapak Ebram Harimurti dari IDCA ngasih penjelasan yang kuat banget. Dia bilang gini, "Raja Ampat bukan hanya kebanggaan nasional, tapi juga simbol konservasi laut global." Coba renungkan kalimat itu. Kebanggaan nasional, jelas ya, kita semua bangga punya Raja Ampat. Tapi dia juga bilang simbol konservasi laut global. Artinya, mata dunia itu juga tertuju ke Raja Ampat sebagai contoh bagaimana keanekaragaman hayati laut yang luar biasa bisa eksis dan dilestarikan.
Terus dia lanjut, "Keberadaan industri ekstraktif seperti tambang nikel menjadi sangat kontradiktif di kawasan dengan nilai ekologis setinggi ini." Nah, ini inti argumennya. Kontradiktif! Di satu sisi kita punya kawasan yang nilai ekologisnya, nilai alamnya, keanekaragaman hayatinya itu luar biasa tingginya, diakui dunia. Di sisi lain, mau ada aktivitas yang sifatnya mengeruk, mengambil, yang pasti akan berdampak ke lingkungan. Gimana nggak kontradiktif? Ibaratnya, punya berlian paling berharga, kok ya mau diampelas permukaannya. Kan nggak masuk akal?
IDCA juga ngasih data yang bikin kita makin paham kenapa mereka begitu ngotot. Mereka ngingetin, lebih dari 60% daya tarik pariwisata Indonesia itu datang dari kekayaan alam. Iya, alam kita ini magnetnya! Dari Sabang sampai Merauke, pesona alam kita itu yang bikin turis datang, yang bikin kita sendiri bangga jadi orang Indonesia. Dan Raja Ampat ini, salah satu puncaknya. Bayangkan, 60% lebih daya tarik wisata kita itu bergantung sama kelestarian alam!
Khusus Raja Ampat sendiri, angkanya bikin melongo. Tercatat, Raja Ampat bisa menghasilkan lebih dari Rp 150 miliar per tahun dari sektor pariwisata saja. Rp 150 miliar lebih! Itu uang yang muter di sana, yang dirasakan manfaatnya oleh banyak pihak, dari penyedia homestay, pengemudi kapal, pemandu selam, penjual makanan, sampai penjaga kebersihan. Itu dari pariwisata yang sifatnya berkelanjutan. Selama alamnya terjaga, selama terumbu karangnya sehat, selama ikannya banyak, pariwisata ini akan terus hidup, terus menghasilkan, tahun demi tahun.
Sekarang bandingkan sama industri tambang. IDCA bilang industri tambang sifatnya jangka pendek dan merusak lingkungan. Jangka pendek? Ya, namanya menambang kan menggali, mengeruk isinya. Suatu saat, isinya habis kan? Setelah isinya habis, apa yang tersisa? Bekas galian, kerusakan lingkungan, dan entah bagaimana nasib masyarakat yang tadinya bergantung hidup di sana. Dan jelas, kata mereka, ini merusak lingkungan. Aktivitas tambang itu prosesnya kompleks, dari pembukaan lahan, penggalian, pengangkutan, sampai pengolahan. Setiap tahapan itu punya potensi dampak ke lingkungan, apalagi ini di dekat kawasan laut yang sensitif.
Jadi, kalau dilihat dari kacamata ekonomi berkelanjutan, pariwisata di Raja Ampat itu jauh lebih menjanjikan dalam jangka panjang dibanding tambang. Angka Rp 150 miliar per tahun itu kan angka yang didapat dari menjaga, bukan dari merusak. Ini yang coba disampaikan IDCA.
Ancaman Nyata di Depan Mata: Pulau Kawe dan Ikon Wayag
Ancaman tambang ini bukan cuma ngomongin potensi di atas kertas ya. IDCA secara spesifik menyebutkan lokasinya. Lokasi tambangnya itu ada di Pulau Kawe. Nah, Pulau Kawe ini di mana? Ternyata, lokasinya berdekatan banget sama ikon wisata Raja Ampat yang paling terkenal, yang paling sering kita lihat fotonya di mana-mana itu lho, Wayag! Iya, gugusan pulau karst yang bentuknya unik-unik kayak jamur raksasa itu.
Jadi, lokasinya tuh udah mepet sama jantung pariwisatanya Raja Ampat. IDCA khawatir, kalau tambang di Pulau Kawe ini jalan, dampaknya itu bakal merembet ke kawasan konservasi yang ada di sekitarnya. Salah satu dampak yang paling ditakutkan adalah sedimentasi laut. Sedimentasi itu gampangnya ya endapan lumpur atau material lain dari darat yang terbawa ke laut. Aktivitas tambang kan pasti ada proses penggalian dan pergerakan tanah. Kalau nggak dikelola super ketat, material-material ini bisa terbawa air hujan atau aliran permukaan lainnya sampai ke laut. Akibatnya? Air laut jadi keruh, lumpur mengendap di dasar.
Nah, sedimen ini bahaya banget buat ekosistem laut, terutama terumbu karang. Terumbu karang itu butuh air yang jernih supaya sinar matahari bisa masuk dan alga yang hidup di dalamnya bisa berfotosintesis. Kalau airnya keruh dan terumbu karangnya ketutup lumpur, mereka bisa stres, sakit, bahkan mati. Selain terumbu karang, biota lain yang sensitif juga ikut kena getahnya. IDCA nyebutin habitat manta ray juga terancam. Manta ray ini kan ikan pari raksasa yang jadi salah satu daya tarik utama penyelam di Raja Ampat. Mereka butuh lingkungan yang sehat. Sedimentasi dan polusi lainnya bisa mengganggu sumber makanan mereka atau bahkan langsung merusak habitatnya.
Kalau terumbu karang rusak, manta ray pergi, apa lagi yang tersisa? Reputasi Indonesia sebagai destinasi selam terbaik dunia ini juga ikut dipertaruhkan. Raja Ampat itu kan permata mahkotanya pariwisata selam kita. Kalau permata ini rusak, citra kita di mata dunia sebagai negara maritim yang punya kekayaan laut luar biasa dan mampu menjaganya, bisa hancur. Penyelam dari seluruh dunia datang ke Raja Ampat itu ya buat lihat keindahan bawah laut yang masih asli, yang sehat, yang penuh kehidupan. Kalau itu semua rusak gara-gara tambang, ya mereka nggak akan datang lagi.
Jadi, ancaman tambang di Pulau Kawe ini dilihat sebagai ancaman langsung ke ekosistem Raja Ampat, ke ikon wisatanya (Wayag), ke habitat biota laut yang dilindungi, dan ujung-ujungnya, ke kelangsungan pariwisata itu sendiri, bahkan reputasi negara kita di mata internasional.
Menemukan Titik Temu: Antara Pembangunan Nasional dan Konservasi
Mungkin ada yang berpikir, "Ya, tapi kan negara butuh pembangunan? Butuh industri? Nikel kan penting buat hilirisasi, buat transisi energi?" Nah, IDCA ternyata juga paham kok soal ini. Di suratnya, mereka mengakui hal itu. Mereka bilang gini, "Kami menyadari bahwa pembangunan nasional memerlukan strategi multisektor, termasuk pengembangan industri nikel sebagai bagian dari hilirisasi dan transisi energi." Iya, mereka ngerti, pembangunan itu perlu macam-macam sektor, termasuk industri nikel yang sekarang lagi gencar-gencarnya diomongin sebagai bagian dari strategi hilirisasi (meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri) dan transisi energi (pindah dari energi fosil ke energi yang lebih bersih).
Tapi, ada lanjutannya. IDCA percaya bahwa "tidak semua wilayah cocok untuk ditambang." Ini poin pentingnya. Mereka nggak bilang tambang nikel itu haram sama sekali. Mereka cuma bilang, ada tempat-tempat tertentu yang mungkin memang nggak cocok, nggak pas, kalau dijadikan lokasi tambang. Kenapa? Ya, karena nilai strategis wilayah itu dari sisi lain, misalnya nilai ekologisnya, nilai pariwisatanya, jauh lebih tinggi dan lebih berkelanjutan untuk dipertahankan.
Justru di sinilah, kata IDCA, pentingnya hadir pendekatan win-win solution antara sektor pertambangan dan pariwisata. Win-win solution itu artinya solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, atau setidaknya, mencari jalan tengah supaya kepentingan satu sektor tidak mengorbankan kepentingan sektor lain yang juga vital. Bagaimana caranya supaya kebutuhan negara akan nikel bisa dipenuhi, tapi di sisi lain, kawasan konservasi kelas dunia seperti Raja Ampat ini tetap aman, tetap lestari, dan tetap bisa memberikan manfaat dari pariwisatanya?
Ini PR besar, bukan cuma buat pemerintah, tapi buat kita semua. Mencari keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam untuk pembangunan jangka pendek dan menjaga kelestarian alam untuk keberlanjutan jangka panjang. Di kasus Raja Ampat, IDCA tegas menyatakan bahwa keberadaan tambang nikel di sana itu jelas-jelas bukan win-win solution, justru berpotensi jadi lose-lose solution, di mana lingkungan rusak dan pariwisata juga mati.
Pembangunan Hijau: Pilar Masa Depan Bangsa
Menutup surat terbukanya, IDCA melayangkan seruan. Seruan ini ditujukan ke seluruh pemangku kepentingan. Siapa aja pemangku kepentingan itu? Ya, pemerintah, DPR, pengusaha, masyarakat, pegiat lingkungan, kita semua yang punya kepentingan terhadap masa depan Indonesia. Mereka mengajak untuk bersama-sama menjaga warisan laut Indonesia. Warisan laut ini bukan cuma buat kita yang hidup sekarang lho, tapi buat anak cucu kita nanti. Kalau warisan itu rusak, apa yang mau kita tinggalkan buat mereka?
Dan yang terakhir, IDCA mengajak untuk menjadikan pembangunan hijau sebagai pilar utama masa depan bangsa. Pembangunan hijau itu kan intinya pembangunan yang selaras sama lingkungan, yang memperhatikan daya dukung alam, yang nggak cuma mikirin pertumbuhan ekonomi sesaat tapi juga kelestarian alam untuk jangka panjang. Ini visi yang penting banget di tengah tantangan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang makin nyata di seluruh dunia.
Jadi, pesan dari IDCA ini jelas banget: Raja Ampat itu aset berharga yang harus dijaga, ancaman tambang di sana itu nyata dan berbahaya, mereka punya tuntutan konkret (cabut izin permanen, perluas zona perlindungan, perkuat ekonomi hijau berbasis masyarakat, libatkan komunitas lokal), dan mereka percaya bahwa pembangunan itu harusnya bisa selaras sama kelestarian alam, bukan malah mengorbankan permata seperti Raja Ampat.
Kabar lain yang menarik, artikel asli juga menyebutkan bahwa Golkar, salah satu partai politik, kabarnya punya sikap soal ini. Mereka disebut-sebut bilang bahwa kelestarian Raja Ampat itu prioritas dan pemerintah diminta menghentikan sementara tambang nikel di sana. Ini menunjukkan bahwa isu Raja Ampat ini memang bukan isu kecil, sudah jadi perhatian berbagai pihak.
Surat terbuka IDCA ini pengingat penting buat kita semua. Bahwa di balik angka-angka pertumbuhan ekonomi, ada kekayaan alam yang tak ternilai harganya dan harus kita jaga bersama. Suara dari komunitas selam ini, suara dari hati mereka yang setiap hari menyaksikan keindahan bawah laut Raja Ampat, patut kita dengarkan. Masa depan Raja Ampat, masa depan pariwisata kita, masa depan warisan laut kita, semua bergantung pada keputusan dan tindakan yang diambil hari ini. Mari kita jaga bersama!
```
Komentar
Posting Komentar