Langsung ke konten utama

Negara Ini Larang Warganya Mengajak Anjingnya Berjalan-jalan, Berikut 4 Alasannya

Kebijakan Kontroversial Iran: Mengapa Anjing Tak Boleh Lagi Jalan-jalan di Tempat Umum?

Bayangkan ini: Anda sedang berjalan santai di taman kota, di sudut jalan favorit Anda, ditemani sahabat berkaki empat yang setia, anjing kesayangan Anda. Kalian menikmati udara segar, sinar matahari, mungkin berinteraksi sebentar dengan pejalan kaki lain. Sebuah pemandangan yang terasa begitu biasa, begitu universal, bukan?

Nah, sekarang bayangkan skenario ini berubah drastis. Tiba-tiba, kegiatan sesederhana berjalan dengan anjing di ruang publik, di tempat-tempat yang tadinya terasa aman dan nyaman, menjadi terlarang. Bukan sekadar larangan sementara, tapi sebuah kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah, dengan alasan yang mencakup isu kesehatan publik, ketertiban sosial, dan bahkan keselamatan.

Inilah kisah yang sedang terjadi di Iran. Sebuah negara yang tengah memperluas kebijakan yang membatasi, bahkan melarang, warga negaranya untuk membawa anjing peliharaan mereka berjalan-jalan di tempat umum. Kebijakan ini bukan sepenuhnya baru, ada akarnya dari beberapa tahun lalu, tapi yang jadi berita besar sekarang adalah penyebarannya yang masif.

Sebelumnya, sekitar tahun 2019, sudah ada arahan dari pihak kepolisian yang secara spesifik melarang aktivitas membawa anjing jalan-jalan di ibu kota, Teheran. Mungkin saat itu banyak yang mengira ini hanya kebijakan lokal, terbatas di satu kota besar saja. Tapi ternyata tidak. Arahan atau larangan serupa ini kini mulai menyebar, menjangkau kota-kota lain di berbagai penjuru negeri. Ini seperti gelombang yang bergerak, dari satu titik pusat menyebar ke area yang lebih luas.

Kota Ilam, yang terletak di bagian barat Iran, adalah salah satu lokasi terbaru yang memberlakukan larangan ini. Laporan yang muncul pada hari Minggu lalu mengonfirmasi bahwa larangan di Ilam telah berlaku. Ini mengindikasikan bahwa inisiatif pembatasan ini bukan hanya inisiatif sporadis, melainkan sebuah gerakan yang terkoordinasi, atau setidaknya, diikuti oleh banyak pemerintah daerah.

Dan Ilam hanyalah salah satu contoh dari penyebaran ini. Dalam beberapa hari terakhir saja, setidaknya 17 kota lain di Iran dilaporkan juga memberlakukan larangan serupa. Angka 17 itu cukup signifikan, menunjukkan skala perluasan yang cukup luas dalam waktu singkat. Kota-kota yang disebutkan mencakup Isfahan di bagian tengah negeri, sebuah kota bersejarah yang terkenal, dan Kerman di selatan. Ini berarti, dari barat ke tengah, lalu ke selatan, pembatasan ini mulai terasa di banyak tempat.

Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa pemerintah Iran mengambil langkah ini, memperluas larangan yang tampaknya sederhana namun berdampak besar bagi para pemilik anjing? Teks yang kita miliki memberikan beberapa petunjuk penting. Ini bukan sekadar keputusan tunggal dengan satu alasan, melainkan sebuah isu yang berakar pada beberapa lapisan, dari sosial, budaya, hingga pandangan keagamaan.

Perluasan Larangan: Dari Teheran Hingga Penjuru Negeri

Mari kita fokus sejenak pada aspek perluasan ini. Dari satu kota besar seperti Teheran, yang sering menjadi pusat perhatian dan percontohan, kini kebijakan ini merambat ke puluhan kota lain. Bayangkan efek domino yang terjadi. Ketika sebuah larangan diberlakukan di Teheran, mungkin pemilik anjing di kota-kota lain merasa aman, berpikir itu hanya masalah di ibu kota. Tapi kini, dengan larangan yang mencakup Ilam, Isfahan, Kerman, dan belasan kota lainnya, situasinya berubah total. Ini mengirimkan sinyal kuat bahwa kebijakan ini adalah sesuatu yang serius dan memiliki momentum untuk menyebar lebih jauh.

Penyebaran ke kota-kota seperti Ilam di barat, Isfahan di pusat, dan Kerman di selatan, menunjukkan bahwa ini bukanlah fenomena yang terbatas pada satu wilayah geografis Iran. Ini adalah isu yang mencakup berbagai provinsi, berbagai latar belakang lokal yang berbeda, namun semua tampaknya mengikuti arahan atau tren yang sama. Apa yang mendorong puluhan pemerintah kota untuk secara bersamaan memberlakukan larangan yang spesifik seperti ini? Apakah ada arahan terpusat? Ataukah ini adalah inisiatif lokal yang didorong oleh faktor-faktor serupa di setiap daerah?

Fakta bahwa setidaknya 17 kota lain, di luar yang disebutkan secara spesifik seperti Ilam, Isfahan, dan Kerman, juga memberlakukan larangan ini dalam beberapa hari terakhir, benar-benar menyoroti skala dari perluasan ini. Ini menunjukkan bahwa isu ini sedang hangat, sedang menjadi fokus perhatian di tingkat lokal dan mungkin nasional. Para pemilik anjing di berbagai sudut Iran kini harus menghadapi kenyataan baru: ruang gerak mereka dan hewan peliharaan mereka semakin terbatas di ranah publik.

Implikasi dari penyebaran ini juga cukup besar. Bagi para pemilik anjing, ini berarti bukan hanya di kota tempat tinggal mereka saat ini, tetapi mungkin juga saat mereka bepergian ke kota lain, mereka akan menemui pembatasan serupa. Ini menciptakan ketidakpastian dan kesulitan dalam aktivitas sehari-hari yang tadinya dianggap normal dan tidak bermasalah.

Alasan Resmi Pemerintah: Kesehatan, Ketertiban, dan Keselamatan Publik

Pemerintah Iran, dalam menjelaskan langkah perluasan larangan ini, memberikan alasan yang tampaknya cukup standar untuk sebuah kebijakan publik: kesehatan masyarakat, ketertiban sosial, dan keselamatan. Surat kabar pemerintah Iran pada hari Sabtu mengutip pernyataan bahwa tindakan terbaru ini ditujukan untuk "menjaga ketertiban umum, memastikan keselamatan, dan melindungi kesehatan masyarakat." Mari kita bedah sedikit apa yang mungkin terkandung dalam alasan-alasan ini, setidaknya dari perspektif pemerintah.

Soal kesehatan masyarakat. Apa yang membuat pemerintah mengaitkan anjing yang berjalan di ruang publik dengan isu kesehatan? Mungkin mereka mengkhawatirkan penyebaran penyakit, meskipun anjing peliharaan yang terawat umumnya sehat. Atau mungkin kekhawatiran soal kebersihan, seperti kotoran anjing yang tidak dibersihkan di area publik. Dalam narasi resmi, anjing yang berkeliaran di taman, di jalan, atau di area publik lainnya, bisa dianggap sebagai sumber potensi masalah kesehatan bagi masyarakat umum, terlepas dari apakah itu realistis atau tidak dari sudut pandang medis modern.

Kemudian ada ketertiban sosial. Bagaimana anjing bisa mengganggu ketertiban sosial? Mungkin ini merujuk pada anjing yang menggonggong, menyebabkan kebisingan, atau mungkin anjing yang berlarian tanpa kendali di area ramai. Atau bisa jadi, ini merujuk pada interaksi antara pemilik anjing dan orang lain yang mungkin merasa tidak nyaman, takut, atau terganggu dengan kehadiran anjing. Dalam pandangan pemerintah, kehadiran anjing di ruang publik bisa dianggap menciptakan gesekan atau ketidaknyamanan yang mengganggu "ketertiban umum" yang ideal.

Aspek keselamatan juga menjadi bagian dari alasan resmi. Ini mungkin yang paling mudah dipahami dari sudut pandang publik: potensi gigitan anjing. Meskipun sebagian besar anjing peliharaan tidak agresif, selalu ada risiko insiden gigitan, terutama jika anjing merasa terancam atau tidak ditangani dengan baik. Pemerintah mungkin melihat larangan ini sebagai langkah preventif untuk mengurangi potensi insiden yang dapat membahayakan warga. Namun, seperti dua alasan sebelumnya, implementasi larangan total hanya berdasarkan potensi risiko kecil ini bisa jadi dianggap berlebihan oleh banyak pihak.

Penting untuk dicatat bahwa ini adalah alasan yang *diberikan* oleh pemerintah. Alasan-alasan ini terdengar masuk akal di permukaan dan sering digunakan untuk membenarkan berbagai regulasi publik. Namun, seperti yang akan kita lihat, teks ini juga mengisyaratkan bahwa ada lapisan lain yang lebih dalam dan kompleks di balik kebijakan ini, yang mungkin tidak disebutkan secara eksplisit dalam pengumuman resmi mengenai kesehatan, ketertiban, dan keselamatan.

Lebih Dalam dari Sekadar Aturan: Anjing sebagai Simbol dan Isu Najis

Di sinilah ceritanya mulai jadi sedikit lebih rumit, dan mungkin lebih menarik. Teks yang kita bahas menyebutkan bahwa memiliki dan mengajak anjing jalan-jalan telah menjadi topik yang kontroversial di Iran jauh sebelum larangan saat ini, tepatnya sejak revolusi Islam tahun 1979. Ini memberikan dimensi sejarah dan ideologis pada isu yang tampaknya hanya soal hewan peliharaan dan ruang publik.

Mengapa anjing bisa menjadi simbol kontroversi sejak revolusi 1979? Teks ini memberikan petunjuk kunci: beberapa pejabat memandangnya sebagai simbol pengaruh budaya Barat. Coba pikirkan ini. Setelah revolusi yang bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai Islam dan melepaskan diri dari apa yang dianggap sebagai pengaruh asing, terutama Barat, simbol-simbol budaya Barat menjadi sangat sensitif. Kepemilikan anjing sebagai hewan peliharaan, dan praktik membawanya jalan-jalan di ruang publik, mungkin dilihat sebagai kebiasaan atau gaya hidup yang diimpor dari Barat, tidak sejalan dengan nilai-nilai tradisional atau Islam yang ingin ditegakkan.

Ini bukan hanya tentang kepemilikan anjing itu sendiri secara hukum. Teks ini secara eksplisit mengatakan "tidak ada hukum yang secara langsung melarang kepemilikan anjing." Artinya, memiliki anjing di rumah Anda mungkin tidak ilegal. Namun, isu ini muncul ke permukaan dan menjadi kontroversial ketika anjing itu dibawa ke ruang publik, di mana mereka terlihat oleh banyak orang dan interaksi dengan "gaya hidup Barat" ini menjadi nyata dan terlihat.

Selain aspek simbolis pengaruh Barat, ada juga dimensi keagamaan yang kuat. Teks ini menyebutkan bahwa banyak cendekiawan agama di Iran menganggap mengelus anjing atau bersentuhan dengan air liurnya sebagai "najis" atau najis secara ritual. Dalam ajaran Islam, konsep "najis" merujuk pada benda atau substansi yang dianggap tidak suci secara ritual dan dapat membatalkan kesucian seseorang untuk melakukan ibadah, seperti salat. Air liur anjing adalah salah satu yang sering disebut dalam konteks ini oleh beberapa mazhab atau pandangan.

Pandangan keagamaan ini, yang dipegang oleh banyak orang dan diakui oleh sebagian cendekiawan dan pejabat, tentu saja memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Iran. Meskipun ini adalah pandangan ritual, dampaknya meluas ke ruang publik. Jika anjing dan air liurnya dianggap najis, maka kehadiran anjing di tempat umum seperti taman, trotoar, atau area rekreasi bisa dilihat sebagai sesuatu yang mengotori, mengganggu kesucian lingkungan, atau membuat orang sulit untuk menjaga kesucian ritual mereka saat berada di luar rumah.

Jadi, di balik alasan resmi yang pragmatis tentang kesehatan, ketertiban, dan keselamatan, tersembunyi lapisan-lapisan yang lebih dalam: perjuangan ideologis melawan pengaruh Barat dan pandangan keagamaan yang kuat mengenai status ritual anjing. Kombinasi faktor-faktor inilah yang membuat isu anjing di ruang publik menjadi begitu sensitif dan rentan terhadap pembatasan.

Bukan Larangan Pertama: Kampanye Jangka Panjang Melawan Kepemilikan Anjing

Teks ini juga mengisyaratkan bahwa larangan saat ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri. Dikatakan bahwa pemerintah daerah secara berkala memberlakukan larangan mengajak anjing jalan-jalan di tempat umum atau membawanya di dalam kendaraan sebagai bagian dari kampanye yang lebih luas untuk mencegah kepemilikan anjing. Ini penting. Ini bukan hanya tentang mengatur perilaku di ruang publik, tapi ada tujuan yang lebih besar di baliknya: mengurangi, atau bahkan menghilangkan, jumlah orang yang memiliki anjing sebagai hewan peliharaan.

Kampanye ini tampaknya memiliki berbagai taktik. Salah satunya adalah dengan membuat kegiatan yang terkait dengan kepemilikan anjing menjadi sulit atau tidak mungkin dilakukan secara normal. Melarang anjing di tempat umum berarti pemilik anjing tidak bisa lagi menikmati kegiatan sederhana seperti mengajak anjing berjalan-jalan, bersosialisasi dengan anjing lain di taman, atau sekadar berolahraga bersama. Ini secara efektif membatasi manfaat dan kesenangan yang biasanya didapat dari memiliki anjing.

Melarang anjing dibawa di dalam kendaraan juga menambah kesulitan. Bagaimana pemilik anjing bisa membawa anjing mereka ke dokter hewan? Atau ke tempat lain yang diizinkan (jika ada)? Pembatasan ini menciptakan hambatan logistik yang signifikan bagi para pemilik anjing, membuat kepemilikan anjing menjadi kurang praktis dan lebih merepotkan. Ini adalah cara tidak langsung untuk mengecilkan hati calon pemilik anjing atau mendorong pemilik yang sudah ada untuk mempertimbangkan kembali pilihan mereka.

Meskipun teks tidak merinci bentuk-bentuk lain dari "kampanye yang lebih luas" ini, bisa dibayangkan bahwa mungkin ada aspek lain seperti kesulitan dalam mendapatkan persediaan makanan anjing, kurangnya fasilitas pendukung untuk pemilik anjing, atau bahkan stigma sosial yang dilekatkan pada kepemilikan anjing. Semua ini berkontribusi pada tujuan akhir: membuat kepemilikan anjing menjadi sesuatu yang tidak diinginkan atau sulit untuk dipertahankan.

Larangan yang baru-baru ini diperluas ini tampaknya merupakan bagian yang lebih agresif dari kampanye jangka panjang ini. Dengan menerapkan larangan di lebih banyak kota dan berbicara tentang tindakan hukum terhadap pelanggar, pemerintah tampaknya meningkatkan upaya mereka untuk menekan kepemilikan anjing.

Aturan di Kertas vs. Realitas di Jalan: Penegakan yang Inkonsisten

Namun, ada dinamika yang menarik dan sering terjadi dalam penerapan kebijakan seperti ini: realitas di lapangan tidak selalu sejalan dengan aturan di atas kertas. Teks ini mengakui hal ini secara eksplisit. Dikatakan bahwa penegakan pembatasan tersebut sebagian besar tidak konsisten. Artinya, meskipun ada larangan, banyak pemilik anjing yang terus mengajak anjing mereka jalan-jalan di Teheran dan tempat lain di seluruh Iran.

Mengapa penegakannya inkonsisten? Mungkin karena jumlah pemilik anjing yang cukup banyak, sehingga sulit bagi pihak berwenang untuk memantau dan menindak semua orang. Mungkin juga karena ada perbedaan prioritas di antara petugas penegak hukum, atau mungkin juga ada resistensi pasif dari masyarakat. Para pemilik anjing mungkin merasa bahwa larangan ini tidak adil atau tidak beralasan, dan mereka memilih untuk mengabaikannya sebisa mungkin, sambil tetap waspada terhadap kemungkinan ditegur atau ditindak.

Situasi ini menciptakan semacam "permainan kucing dan tikus" antara pemilik anjing dan pihak berwenang. Pemilik anjing mungkin memilih waktu-waktu tertentu untuk berjalan-jalan (misalnya, sangat pagi atau sangat larut malam) atau area-area yang lebih terpencil di mana kemungkinan bertemu petugas lebih kecil. Di sisi lain, pihak berwenang mungkin melakukan razia sporadis atau hanya bertindak jika mereka melihat pelanggaran yang jelas atau mendapat laporan.

Inkonsistensi penegakan ini memiliki dua sisi. Bagi pemilik anjing, ini memberikan sedikit celah harapan bahwa mereka masih bisa melakukan aktivitas yang mereka sukai, meskipun dengan risiko. Bagi pemerintah, inkonsistensi ini bisa dilihat sebagai kelemahan dalam pelaksanaan kebijakan, menunjukkan bahwa larangan ini belum sepenuhnya efektif mencapai tujuannya. Ini juga bisa menciptakan kebingungan di masyarakat tentang seberapa serius larangan ini sebenarnya diberlakukan.

Namun, situasi ini mungkin sedang berubah. Pengumuman baru-baru ini tentang perluasan larangan dan ancaman tindakan hukum (yang akan kita bahas selanjutnya) bisa jadi merupakan upaya untuk meningkatkan konsistensi penegakan dan membuat larangan ini lebih efektif daripada sebelumnya.

Ancaman Tindakan Hukum: Apa Artinya bagi Pemilik Anjing?

Pada hari Minggu, surat kabar reformis Etemad mengutip seorang pejabat dari kota Ilam yang mengatakan bahwa "tindakan hukum akan diambil terhadap pelanggar," tanpa menjelaskan lebih lanjut. Ini adalah perkembangan yang signifikan, membawa situasi ini ke tingkat yang lebih serius. Jika sebelumnya pelanggaran mungkin hanya berujung pada teguran, pengusiran dari area publik, atau mungkin denda kecil, frasa "tindakan hukum" menyiratkan konsekuensi yang lebih berat.

Apa arti sebenarnya dari "tindakan hukum" dalam konteks ini? Tanpa penjelasan lebih lanjut dari pejabat tersebut, kita hanya bisa berspekulasi berdasarkan kata-kata itu sendiri. Mungkin ini berarti denda yang lebih besar dan lebih memberatkan. Atau mungkin ini bisa melibatkan penyitaan anjing. Dalam kasus yang ekstrem, meskipun teks tidak menyediakannya, apakah ini bisa berujung pada catatan kriminal bagi pelanggar berulang? Ketidakjelasan ini sendiri menciptakan kecemasan bagi para pemilik anjing di kota-kota yang menerapkan larangan ini.

Ancaman tindakan hukum ini adalah cara pemerintah untuk meningkatkan taruhan. Ini adalah pesan yang jelas bahwa mereka serius dalam memberlakukan larangan ini dan siap menggunakan instrumen hukum untuk memastikan kepatuhan. Bagi pemilik anjing, ini mengubah risiko dari sekadar 'ditegur' menjadi 'berurusan dengan hukum'. Ini bisa memaksa banyak pemilik anjing untuk mematuhi larangan tersebut, meskipun mereka tidak setuju dengannya, karena takut akan konsekuensi hukum.

Pernyataan dari pejabat Ilam, yang secara eksplisit disebutkan dalam surat kabar, menunjukkan bahwa pemerintah daerah yang baru saja menerapkan larangan ini berniat untuk menegakkannya dengan lebih tegas daripada mungkin yang terjadi di masa lalu atau di tempat lain di mana penegakan kurang konsisten. Ini mungkin juga merupakan sinyal bagi kota-kota lain yang telah atau akan memberlakukan larangan serupa untuk mengikuti pendekatan yang lebih ketat.

Ancaman tindakan hukum ini juga menyoroti dilema yang dihadapi oleh para pemilik anjing. Di satu sisi, mereka memiliki ikatan emosional dengan hewan peliharaan mereka dan merasa itu adalah hak mereka untuk menikmati waktu bersama mereka, termasuk di ruang publik. Di sisi lain, mereka kini dihadapkan pada potensi konsekuensi hukum yang serius jika mereka melanggar aturan. Ini menempatkan mereka dalam posisi yang sulit dan memaksa mereka untuk membuat pilihan yang mungkin sulit.

Jadi, kisah ini bukan hanya tentang larangan sederhana terhadap anjing. Ini adalah cerita yang berlapis-lapis tentang bagaimana isu yang tampaknya remeh bisa terkait erat dengan sejarah sebuah bangsa, pandangan keagamaan yang dipegang teguh, kampanye sosial yang lebih luas, dan dinamika penegakan hukum di lapangan. Larangan ini, yang kini menyebar ke berbagai sudut Iran, mencerminkan ketegangan antara tradisi dan modernitas, antara pandangan keagamaan dan praktik sosial yang berkembang, dan antara keinginan pemerintah untuk menegakkan ketertiban dan kebiasaan pribadi warganya.

Bagi para pemilik anjing di Iran, situasi ini adalah tantangan yang signifikan. Mereka harus menavigasi lanskap hukum dan sosial yang semakin membatasi ruang gerak mereka bersama hewan peliharaan kesayangan. Masa depan kepemilikan anjing dan interaksi manusia dengan anjing di ruang publik Iran tampaknya akan terus menjadi topik yang hangat, kontroversial, dan terus berkembang.

```

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Silfester Matutina Tuding Ada Bohir di Balik Desakan Pemakzulan Gibran

Berikut adalah artikel yang Anda minta, dalam gaya Anderson Cooper yang informal dan menarik, siap untuk dipublikasikan: Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Anda tahu, di dunia politik, seringkali ada drama yang tersaji di depan mata kita. Tapi, pernahkah Anda berpikir, apa yang sebenarnya terjadi di balik panggung? Siapa yang menarik tali, siapa yang memegang kendali? Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan, mencuat dari sebuah pengakuan yang cukup mengejutkan. Ini bukan sekadar desas-desus, ini adalah tudingan serius yang dilemparkan langsung oleh salah satu tokoh di barisan pendukung capres-cawapres yang baru saja memenangkan kontestasi, Bapak Silfester Matutina. Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), baru-baru ini membuat pernyataan yang bisa dibilang mengguncang jagat politik...

KIKO Season 4 Episode THE CURATORS Bawa Petualangan Baru Kota Asri Masa Depan

JAKARTA - Menemani minggu pagi yang seru bersama keluarga, serial animasi KIKO Season Terbaru hadir di RCTI dengan membawa keseruan untuk dinikmati bersama di rumah. Hingga saat ini, KIKO telah meraih lima penghargaan bergengsi di tingkat nasional dan internasional dalam kategori anak-anak dan animasi. Serial ini juga telah didubbing ke dalam empat bahasa dan tayang di 64 negara melalui berbagai platform seperti Disney XD, Netflix, Vision+, RCTI+, ZooMoo Channel, dan Roku Channel. Musim terbaru ini menghadirkan kisah yang lebih segar dan inovatif, mempertegas komitmen MNC Animation dalam industri kreatif. Ibu Liliana Tanoesoedibjo menekankan bahwa selain menyajikan hiburan yang seru, KIKO juga mengandung nilai edukasi yang penting bagi anak-anak Indonesia. Berikut sinopsis episode terbaru KIKO minggu ini. Walikota menugaskan Kiko dkk untuk menyelidiki gedung bekas Galeri Seni karena diduga telah alih fungsi menjadi salah satu markas The Rebel. Kiko, Tingting, Poli, dan Pa...

Khotbah Jumat Pertama Dzulhijjah : Keutamaan 10 Hari Awal Bulan Haji

Khotbah Jumat kali ini mengangkat tema keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan hari ini merupakan Jumat pertama di Bulan Haji tersebut bertepatan dengan tanggal 30 Mei 2025. Berikut materi Khotbah Jumat Dzulhijjah disampaikan KH Bukhori Sail Attahiry dilansir dari website resmi Masjid Istiqlal Jakarta. Khutbah ini bisa dijadikan materi dan referensi bagi khatib maupun Dai yang hendak menyampaikan khotbah Jumat. Allah subhanahu wata'ala memberikan keutamaan pada waktu-waktu agung. Di antara waktu agung yang diberikan keutamaan oleh Allah adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah . Keutamaan tersebut memberikan kesempatan kepada umat Islam agar memanfaatkannya untuk berlomba mendapatkan kebaikan, baik di dunia maupun di Akhirat. Hal ini dijelaskan melalui Hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berikut: Artinya: "Dari Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh...