Lelaki Tak Boleh Telanjang Dada, Suriah juga Wajibkan Perempuan Pakai Burkini saat Berlibur di Pantai
Peraturan Baru di Pantai Suriah: Dari Bikini ke Burkini, Perubahan Budaya Pasca-Assad yang Mengejutkan
Hei, coba bayangin. Ketika Anda memikirkan pantai, apa yang terlintas di benak? Mungkin matahari, pasir, ombak, dan orang-orang yang santai menikmati waktu mereka di tepi laut, berpakaian nyaman sesuai suasana pantai, kan? Nah, kalau Anda berpikir tentang pantai-pantai publik di Suriah sekarang, gambarannya mungkin perlu sedikit diperbarui. Karena ada kabar besar, perubahan yang cukup signifikan, yang datang langsung dari Damaskus.
Bayangkan ini: Suriah, sebuah negara yang identik dengan gejolak politik dan perubahan dramatis dalam beberapa tahun terakhir, kini mengeluarkan aturan baru yang, jujur saja, cukup konservatif. Dan aturan ini, lho, berlaku di tempat yang biasanya jadi simbol kebebasan dan relaksasi: pantai-pantai umum. Jadi, mari kita selami apa yang sebenarnya terjadi, berdasarkan apa yang diumumkan.
Perubahan ini resmi diumumkan pada hari Selasa, dan fokus utamanya adalah pada kode berpakaian. Khususnya, ini sangat mempengaruhi para wanita. Menurut aturan baru yang dikeluarkan oleh pihak berwenang di Suriah, wanita yang ingin mengunjungi pantai-pantau publik di sana kini diwajibkan mengenakan burkini. Ya, burkini, atau setidaknya, pakaian renang lain yang pada dasarnya menutupi seluruh tubuh. Ini bukan lagi pilihan, ini adalah persyaratan.
Ini adalah langkah yang, dilihat dari konteksnya, cukup menarik dan signifikan. Sumber teks yang kita punya menyebutkan ini sebagai "perubahan budaya terbaru". Kenapa disebut begitu? Karena, seperti yang kita tahu, Suriah baru saja mengalami pergantian kekuasaan yang monumental. Rezim diktator Bashar al-Assad, yang telah berkuasa selama bertahun-tahun, akhirnya digulingkan pada bulan Desember lalu oleh kelompok pemberontak yang, menurut informasi yang ada, dipimpin oleh faksi-faksi Islamis. Jadi, aturan berpakaian baru di pantai ini ditempatkan dalam narasi perubahan besar pasca-Assad ini.
Pertanyaannya sekarang, kenapa tiba-tiba muncul aturan seperti ini? Siapa yang memutuskan ini, dan apa alasannya? Menurut informasi yang dirilis, peraturan baru ini datang dari Kementerian Pariwisata. Ya, Kementerian Pariwisata, yang biasanya fokus pada promosi keindahan alam dan daya tarik wisata, kini mengeluarkan arahan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dipakai di pantai.
Alasan yang mereka berikan pun cukup luas. Kementerian Pariwisata mengatakan pedoman baru ini dibuat berdasarkan "persyaratan kepentingan publik." Kata-kata itu sendiri cukup kuat, ya? "Kepentingan publik" – itu bisa diartikan macam-macam, tergantung dari sudut pandang mana Anda melihatnya. Ini menyiratkan bahwa aturan ini diberlakukan demi kebaikan bersama, demi kebaikan publik secara keseluruhan.
Menteri Pariwisata sendiri, Bapak Mazen al-Salhani, memberikan pernyataan mengenai arahan ini. Pernyataan beliau diunggah di platform Facebook, yang juga menarik, menunjukkan bahwa komunikasi publik dari pemerintah Suriah saat ini menggunakan media sosial sebagai salah satu saluran utamanya. Jadi, bukan pengumuman formal yang hanya muncul di lembaran negara, tapi juga disebarkan secara luas melalui Facebook oleh Menteri Pariwisata itu sendiri.
Apa kata Menteri Salhani? Beliau menjelaskan bahwa "Pengunjung pantai dan kolam renang umum, baik wisatawan maupun penduduk lokal, diharuskan mengenakan pakaian renang yang sesuai dengan selera publik dan kepekaan berbagai lapisan masyarakat." Nah, di sini kita mendapatkan detail lebih lanjut mengenai alasan di balik "kepentingan publik" itu. Ternyata, acuannya adalah pada "selera publik" dan "kepekaan berbagai lapisan masyarakat".
Ini adalah poin krusial. Mengapa selera publik dan kepekaan berbagai lapisan masyarakat menjadi dasar untuk menentukan pakaian renang di pantai? Biasanya, pantai adalah ruang yang relatif bebas dan informal. Namun, dalam konteks Suriah pasca-perubahan rezim ini, tampaknya ada dorongan untuk memastikan bahwa ruang publik, termasuk pantai, mencerminkan apa yang dianggap "pantas" atau "sesuai" oleh berbagai kelompok masyarakat, terutama mungkin yang memiliki pandangan lebih konservatif.
Jadi, jika kita telaah lebih dalam pernyataan itu, ada pengakuan bahwa ada "berbagai lapisan masyarakat" dengan "kepekaan" yang berbeda-beda. Aturan ini, tampaknya, bertujuan untuk mengakomodasi atau menghormati kepekaan tersebut, yang pada akhirnya diwujudkan dalam bentuk persyaratan pakaian yang lebih tertutup. Dan inilah intinya: pakaian renang yang diwajibkan adalah yang "lebih sopan".
Arahan dari Kementerian Pariwisata ini tidak main-main dalam menyebutkan jenis pakaian renang yang dimaksud. Bunyinya jelas: "Pakaian renang yang lebih sopan diwajibkan di pantai dan kolam renang umum (burkini atau pakaian renang yang menutupi lebih banyak bagian tubuh)." Jadi, secara eksplisit disebutlah 'burkini'. Atau, alternatifnya, pakaian renang lain yang fungsinya sama, yaitu menutupi bagian tubuh lebih banyak dibandingkan pakaian renang konvensional seperti bikini atau pakaian renang satu potong biasa.
Ini adalah pergeseran besar. Pantai-pantai publik, yang dulunya mungkin memperbolehkan berbagai jenis pakaian renang, kini secara resmi mengharuskan gaya pakaian yang sangat spesifik dan tertutup. Burkini, yang merupakan kombinasi dari 'burqa' (meskipun burkini tidak menutupi wajah) dan 'bikini', adalah pakaian renang yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah, tangan, dan kaki. Ini adalah representasi nyata dari penerapan standar kesopanan yang lebih konservatif di ruang publik.
Namun, aturan ini tidak berhenti hanya pada saat Anda berada di dalam air atau di area berjemur di pantai. Arahan ini juga mengatur apa yang harus dikenakan saat Anda bergerak dari satu tempat ke tempat lain di area pantai. Ini juga detail yang cukup penting. "Saat berpindah dari satu pantai ke tempat lain," kata arahan tersebut, "wajib mengenakan penutup pantai atau jubah longgar (untuk wanita) di atas pakaian renang."
Jadi, bayangkan Anda baru selesai berenang atau berjemur dengan burkini Anda. Anda ingin berjalan ke area kafe pantai, atau mungkin sekadar pindah ke bagian pantai lain. Anda tidak bisa begitu saja berjalan dengan burkini Anda. Anda harus mengenakan penutup pantai atau jubah longgar di atasnya. Ini menunjukkan adanya pemisahan yang lebih ketat antara area khusus untuk berenang/berjemur dan area publik lainnya di sekitar pantai. Bahkan burkini pun, yang sudah sangat tertutup, dianggap belum cukup sopan untuk area umum di luar zona renang. Ini semakin menekankan tingkat konservatisme yang diterapkan.
Bagaimana dengan para pria? Apakah aturan ini hanya berlaku untuk wanita? Tidak sepenuhnya. Pedoman baru ini juga mengatur kode berpakaian untuk pria, meskipun aturannya jauh lebih longgar dibandingkan untuk wanita. Untuk pria, aturannya adalah mereka diwajibkan mengenakan kemeja. Namun, aturan ini tidak berlaku di semua area. Ini hanya berlaku di area publik *di luar* area renang, lobi hotel, dan area layanan makanan.
Jadi, bunyinya adalah: "Pakaian tanpa atasan tidak diizinkan di area umum di luar area renang, lobi hotel, dan area layanan makanan." Ini artinya, di area renang itu sendiri, pria mungkin masih bisa tidak mengenakan kemeja (yaitu bertelanjang dada), yang memang lumrah di pantai. Namun, begitu mereka melangkah keluar dari zona renang dan masuk ke area umum lainnya seperti jalan setapak di pantai, taman di tepi pantai, atau area yang tidak secara spesifik ditujukan untuk berenang atau makan/menginap, mereka diwajibkan mengenakan kemeja. Ini juga, meskipun tidak seketat aturan untuk wanita, menunjukkan adanya dorongan untuk kesopanan yang lebih besar di ruang publik secara umum, termasuk di area pantai.
Menariknya, aturan ini secara spesifik menyebutkan "lobi hotel" dan "area layanan makanan" sebagai pengecualian di mana pria *boleh* tidak mengenakan kemeja (atau setidaknya, di mana aturan "tanpa atasan tidak diizinkan" *tidak berlaku*). Ini mungkin karena di lobi hotel dan area layanan makanan, standar pakaian sudah memiliki aturannya sendiri yang biasanya lebih ketat daripada di pantai, sehingga aturan kemeja di sana mungkin tidak perlu ditekankan ulang, atau memang ada standar lain yang berlaku. Atau, mungkin juga, area ini dianggap sebagai area semi-pribadi atau area di mana pengunjung hotel memiliki kebebasan berpakaian yang sedikit berbeda.
Peraturan Baru di Pantai Suriah: Apa yang Berubah?
Mari kita bedah lagi apa saja poin spesifik dari perubahan yang dibawa oleh Kementerian Pariwisata Suriah ini. Intinya, ada dua kelompok utama yang diatur, yaitu wanita dan pria, dengan fokus yang berbeda.
Untuk wanita, perubahannya sangat drastis terkait pakaian renang. Dulu mungkin ada kebebasan memilih bikini, pakaian renang satu potong, atau mungkin burkini. Sekarang, opsinya dipersempit secara signifikan untuk pantai dan kolam renang umum. Persyaratannya adalah "burkini atau pakaian renang yang menutupi lebih banyak bagian tubuh". Ini bukan lagi saran atau himbauan, melainkan arahan resmi yang harus dipatuhi.
Selain itu, ada lapisan aturan tambahan untuk wanita: kewajiban mengenakan penutup pantai atau jubah longgar ketika bergerak antar area di pantai. Ini menunjukkan bahwa bahkan di dalam area pantai yang luas, ada zona-zona yang dianggap memerlukan tingkat kesopanan yang berbeda. Zona renang mungkin masih dianggap sebagai ruang yang sedikit lebih "bebas" (dalam batasan burkini), tetapi begitu melangkah keluar dari situ, standar berpakaian kembali dinaikkan.
Untuk pria, aturannya lebih simpel: wajib mengenakan kemeja di area umum di luar zona renang, lobi hotel, dan area layanan makanan. Ini mungkin terlihat seperti penyesuaian kecil bagi sebagian orang, tetapi ini juga menegaskan bahwa standar "tanpa atasan" yang biasa diasosiasikan dengan pantai kini dibatasi hanya pada area renang itu sendiri.
Kedua set aturan ini, baik untuk wanita maupun pria, secara kolektif mengarah pada satu tujuan: meningkatkan tingkat kesopanan dan penutupan tubuh di ruang publik di pantai Suriah.
Mengapa Aturan Ini Dibuat? Menjelajahi Dalih "Kepentingan Publik"
Ini adalah bagian yang paling menarik dan memicu pertanyaan. Pemerintah Suriah, melalui Kementerian Pariwisata, secara eksplisit menyatakan bahwa aturan ini dibuat berdasarkan "persyaratan kepentingan publik." Apa sebenarnya yang dimaksud dengan frasa ini dalam konteks Suriah saat ini?
Dalih "kepentingan publik" sering digunakan oleh pemerintah di seluruh dunia untuk membenarkan berbagai kebijakan, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga pembatasan kebebasan tertentu. Dalam kasus ini, frasa tersebut dihubungkan dengan "selera publik" dan "kepekaan berbagai lapisan masyarakat." Ini menyiratkan bahwa ada sebuah kesadaran atau anggapan dari pihak berwenang bahwa standar berpakaian yang kurang tertutup di pantai publik tidak sesuai dengan "selera" mayoritas atau setidaknya sebagian besar masyarakat, dan mungkin bahkan menyinggung "kepekaan" kelompok-kelompok tertentu.
Mengingat konteks yang diberikan dalam sumber teks kita, yaitu bahwa perubahan ini adalah "perubahan budaya terbaru" sejak rezim Bashar al-Assad digulingkan oleh pemberontak yang dipimpin Islamis, sangat mungkin bahwa "selera publik" dan "kepekaan berbagai lapisan masyarakat" yang dimaksud merujuk pada pandangan dan nilai-nilai yang dipegang oleh faksi-faksi yang kini memiliki pengaruh lebih besar dalam pemerintahan atau setidaknya dalam menentukan arah kebijakan publik. Pemberontakan yang dipimpin Islamis sering kali membawa serta agenda untuk menerapkan interpretasi hukum dan norma Islam yang lebih ketat dalam kehidupan publik.
Jadi, meskipun tidak disebutkan secara langsung "ini karena pemerintahan baru Islamis," konteks yang diberikan secara kuat menyiratkan bahwa aturan ini adalah manifestasi dari pergeseran nilai dan prioritas dalam ruang publik pasca-Assad. Pantai, sebagai ruang publik yang terbuka dan sering kali menjadi arena ekspresi individu melalui pakaian renang, menjadi salah satu area pertama yang merasakan dampak dari perubahan budaya ini.
Penggunaan kata "kepekaan" juga penting. Ini bukan hanya tentang estetika atau "selera", tapi juga tentang menghindari sesuatu yang mungkin dianggap menyinggung secara moral atau religius oleh segmen masyarakat tertentu. Dengan mewajibkan pakaian yang lebih tertutup seperti burkini, pemerintah baru ini tampaknya berusaha menciptakan lingkungan di pantai publik yang dianggap lebih "aman" dan tidak menyinggung bagi mereka yang menganut pandangan konservatif.
Frasa "persyaratan kepentingan publik" juga bisa diartikan sebagai upaya untuk menjaga ketertiban sosial dan harmoni antar kelompok dalam masyarakat. Dengan menetapkan standar berpakaian yang seragam dan konservatif, pemerintah mungkin berharap dapat mengurangi potensi gesekan atau ketegangan yang mungkin timbul akibat perbedaan pandangan tentang kesopanan di ruang publik.
Dari Arahan Kementerian Pariwisata hingga Facebook: Bagaimana Pengumuman Ini Disampaikan
Cara sebuah kebijakan diumumkan seringkali sama informatifnya dengan kebijakan itu sendiri. Dalam kasus peraturan berpakaian di pantai Suriah ini, pengumuman datang dari Kementerian Pariwisata, melalui arahan yang diunggah oleh Menteri Mazen al-Salhani di Facebook. Ini menimbulkan beberapa pertanyaan menarik.
Mengapa Kementerian Pariwisata yang mengumumkan aturan berpakaian, bukan mungkin Kementerian Dalam Negeri atau badan lain yang bertanggung jawab atas norma sosial? Pengumuman ini datang dari Kementerian Pariwisata mungkin menunjukkan bahwa aturan ini dilihat juga dalam konteks bagaimana Suriah ingin mempresentasikan dirinya kepada dunia (meskipun tampaknya fokus utamanya adalah pada "penduduk lokal" juga). Ini juga mungkin menyiratkan bahwa aturan ini ditujukan untuk mengatur perilaku di fasilitas-fasilitas yang dikelola atau terkait dengan sektor pariwisata, yaitu pantai dan kolam renang umum.
Keterlibatan Menteri Pariwisata, Bapak Mazen al-Salhani, yang secara pribadi mengunggah arahan ini di Facebook, juga menunjukkan bahwa pemerintah ingin memastikan pesan ini tersampaikan secara langsung kepada publik. Menggunakan Facebook, sebuah platform media sosial yang sangat populer, adalah cara yang efektif untuk menjangkau khalayak luas, baik di dalam negeri maupun di luar negeri (terutama bagi mereka yang mengikuti perkembangan di Suriah).
Namun, ini juga bisa menjadi ironi. Sebuah aturan yang sangat konservatif dan membatasi kebebasan berpakaian justru diumumkan melalui salah satu platform paling terbuka dan modern di dunia, yaitu Facebook. Ini mungkin mencerminkan upaya pemerintah baru untuk menyeimbangkan antara penerapan nilai-nilai tradisional atau konservatif dengan penggunaan alat komunikasi modern untuk menjangkau masyarakat.
Format "arahan" juga menyiratkan bahwa ini adalah panduan resmi yang harus diikuti. Ini bukan sekadar rekomendasi atau saran. Ini adalah peraturan yang dikeluarkan oleh otoritas pemerintah yang memiliki implikasi hukum atau setidaknya sanksi sosial jika dilanggar (meskipun sumber teks tidak merinci sanksinya).
Burkini dan Baju Renang Sopan: Definisi Baru untuk Pantai Umum
Inti dari aturan baru ini bagi wanita adalah persyaratan burkini atau "pakaian renang yang menutupi lebih banyak bagian tubuh". Ini adalah definisi baru tentang apa yang dianggap "pantas" atau "sopan" untuk pantai dan kolam renang umum di Suriah. Konsep "pakaian renang" itu sendiri kini diperluas atau didefinisikan ulang untuk mencakup pakaian yang secara tradisional mungkin tidak dianggap sebagai pakaian renang di banyak budaya lain.
Burkini secara spesifik disebut, yang menunjukkan bahwa ini adalah referensi utama untuk jenis pakaian renang yang diinginkan. Ini adalah pakaian yang didesain untuk memungkinkan aktivitas air sambil tetap menutupi sebagian besar tubuh, sesuai dengan interpretasi tertentu tentang kesopanan dalam Islam. Dengan mewajibkan ini, pemerintah Suriah secara efektif menerapkan standar kesopanan berbasis agama di ruang publik yang sebelumnya mungkin lebih sekuler atau setidaknya lebih beragam dalam hal berpakaian.
Frasa "pakaian renang yang menutupi lebih banyak bagian tubuh" memberikan sedikit ruang interpretasi, tetapi dengan burkini sebagai contoh utamanya, jelas bahwa yang dimaksud adalah pakaian renang yang jauh lebih tertutup daripada bikini, tankini, atau bahkan pakaian renang satu potong yang konvensional. Ini bisa mencakup jenis pakaian renang Muslimah lainnya yang serupa dengan burkini.
Penerapan definisi baru pakaian renang ini di pantai publik memiliki banyak implikasi. Bagi wanita Suriah yang mungkin terbiasa mengenakan pakaian renang yang kurang tertutup, ini berarti mereka harus berinvestasi dalam burkini atau pakaian renang serupa jika mereka masih ingin mengunjungi pantai publik. Bagi wisatawan asing, ini berarti mereka harus sepenuhnya menyesuaikan ekspektasi dan membawa pakaian renang yang sesuai jika mereka berencana mengunjungi pantai umum.
Ini juga mengubah visual lanskap pantai. Pantai publik di Suriah kini akan didominasi oleh pemandangan orang-orang yang mengenakan pakaian renang yang sangat tertutup, sebuah kontras yang tajam dengan citra pantai di banyak bagian lain dunia.
Area Publik Selain Zona Renang: Aturan untuk Pria dan Wanita
Peraturan baru ini tidak hanya mengatur apa yang dipakai saat berenang atau berjemur, tetapi juga saat bergerak di area publik lainnya di sekitar pantai. Untuk wanita, seperti yang sudah disebut, ada kewajiban tambahan untuk mengenakan penutup pantai atau jubah longgar saat berpindah dari satu area ke area lain di pantai. Ini menekankan bahwa zona renang dianggap sebagai area khusus dengan standar berpakaian tertentu (meskipun sudah tertutup), tetapi di luar zona itu, standar kembali diperketat.
Bayangkan situasinya: Anda berenang dengan burkini di area yang ditentukan. Setelah selesai, Anda ingin berjalan ke toilet, atau ke warung kecil di tepi pantai. Menurut aturan ini, Anda tidak boleh hanya berjalan dengan burkini Anda. Anda harus mengenakan penutup tambahan di atasnya. Ini menciptakan lapisan privasi dan kesopanan ekstra di ruang publik yang lebih luas di sekitar pantai.
Untuk pria, aturannya berlaku di area publik *di luar* area renang, lobi hotel, dan area layanan makanan. Jadi, saat pria berada di area renang, mereka mungkin masih boleh bertelanjang dada. Namun, begitu mereka melangkah keluar dari area itu – misalnya, berjalan di promenade pantai, duduk di bangku taman di dekat pantai, atau berinteraksi di area publik lainnya yang bukan area renang, lobi, atau tempat makan – mereka harus mengenakan kemeja. Ini adalah pembatasan yang jelas pada praktik umum di banyak pantai di mana pria seringkali bisa bergerak bebas tanpa atasan di seluruh area pantai.
Aturan ini membagi area pantai publik menjadi zona-zona dengan kode berpakaian yang berbeda. Zona renang memiliki aturannya sendiri (burkini untuk wanita, bertelanjang dada bisa saja untuk pria), sementara area publik di luar zona renang memiliki aturan yang lebih ketat (penutup/jubah untuk wanita di atas pakaian renang, kemeja untuk pria). Ini adalah pendekatan yang sangat terperinci dalam mengatur kesopanan di ruang publik, menunjukkan betapa pentingnya isu ini bagi pemerintah saat ini.
Dampak Perubahan Budaya Pasca Pergantian Rezim
Sumber teks secara langsung mengaitkan aturan berpakaian baru ini dengan konteks politik yang lebih luas: "Itu menjadi perubahan budaya terbaru sejak pemberontak yang dipimpin Islamis menggulingkan rezim diktator Bashar al-Assad Desember lalu." Ini adalah kuncinya. Aturan berpakaian ini tidak muncul dalam kevakuman. Ini adalah bagian dari serangkaian perubahan yang lebih besar yang terjadi di Suriah sejak jatuhnya rezim Assad.
Ketika sebuah rezim otoriter digulingkan, seringkali terjadi pergeseran kekuatan politik dan ideologis. Dalam kasus Suriah, sumber teks menyebutkan bahwa pemberontak yang memimpin penggulingan tersebut dipimpin oleh faksi-faksi Islamis. Ini menyiratkan bahwa kelompok-kelompok dengan orientasi Islam yang kuat kini memiliki pengaruh signifikan dalam menentukan arah negara. Perubahan budaya yang terjadi, termasuk peraturan berpakaian di pantai, kemungkinan besar adalah refleksi dari pengaruh ini.
"Perubahan budaya terbaru" ini bisa mencakup berbagai aspek kehidupan publik, mulai dari pendidikan, media, hingga norma-norma sosial dan, tentu saja, pakaian. Pantai, sebagai salah satu ruang rekreasi publik yang paling terlihat, menjadi simbol yang kuat dari perubahan ini.
Di bawah rezim Assad, meskipun Suriah adalah negara mayoritas Muslim, ada tingkat sekularisme yang relatif dipertahankan dalam kehidupan publik, terutama di kota-kota besar dan area yang sering dikunjungi wisatawan. Pantai-pantai publik mungkin memiliki standar berpakaian yang lebih longgar. Namun, dengan jatuhnya rezim tersebut dan meningkatnya pengaruh faksi-faksi Islamis, ada dorongan yang jelas untuk menerapkan standar kesopanan yang lebih ketat berdasarkan interpretasi hukum Islam.
Aturan burkini di pantai ini adalah salah satu contoh paling nyata dan terlihat dari pergeseran budaya ini. Ini menunjukkan bahwa pemerintah baru atau faksi-faksi yang berkuasa berupaya untuk menata ulang ruang publik agar sesuai dengan nilai-nilai konservatif yang mereka anut. Ini adalah langkah besar yang menandai penolakan terhadap norma-norma yang mungkin berlaku sebelumnya dan penegasan identitas budaya dan agama yang dianggap lebih otentik oleh para penguasa baru.
Dampak dari perubahan ini tentu akan dirasakan oleh semua orang di Suriah, baik penduduk lokal maupun wisatawan. Bagi penduduk lokal, ini berarti penyesuaian gaya hidup dan kebiasaan rekreasi. Bagi wisatawan, ini berarti mereka harus memahami dan menghormati aturan baru ini jika mereka memilih untuk mengunjungi Suriah.
Selera Publik dan Kepekaan Sosial: Siapa yang Dituju Aturan Ini?
Mari kita kembali ke alasan yang diberikan oleh Menteri Pariwisata: aturan ini dibuat berdasarkan "selera publik dan kepekaan berbagai lapisan masyarakat." Ini adalah pernyataan yang penting karena menyiratkan bahwa pemerintah bertindak berdasarkan persepsi tentang apa yang diinginkan atau dibutuhkan oleh masyarakat.
"Selera publik" adalah konsep yang sangat subjektif. Siapa yang menentukan selera publik? Apakah ini hasil survei? Apakah ini berdasarkan aspirasi mayoritas? Atau apakah ini mencerminkan selera dan nilai-nilai dari kelompok yang kini paling berpengaruh secara politik dan sosial?
Dalam konteks Suriah pasca-Assad yang disebutkan dalam sumber, kemungkinan besar "selera publik" yang dijadikan acuan adalah selera dari kelompok-kelompok yang menginginkan penerapan norma dan nilai yang lebih konservatif dalam kehidupan publik. Kepekaan "berbagai lapisan masyarakat" juga bisa diartikan sebagai upaya untuk tidak menyinggung kelompok-kelompok yang memiliki pandangan agama atau moral yang ketat. Dengan mewajibkan burkini, pemerintah menghilangkan kemungkinan konflik atau ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan oleh individu atau kelompok yang merasa tidak nyaman dengan melihat orang lain mengenakan pakaian renang yang lebih terbuka.
Namun, di sisi lain, ini juga bisa diartikan sebagai kegagalan untuk mengakomodasi "selera" dan "kepekaan" lapisan masyarakat lain yang mungkin lebih terbiasa atau memilih standar berpakaian yang lebih liberal di pantai. Dengan kata lain, pemerintah tampaknya memilih untuk memprioritaskan kepekaan kelompok yang lebih konservatif dibandingkan kelompok yang lebih liberal.
Ini adalah isu yang sensitif di banyak masyarakat yang beragam, di mana ada perbedaan pandangan tentang peran agama dan nilai-nilai tradisional dalam kehidupan publik. Di Suriah saat ini, di mana kekuasaan baru saja beralih ke tangan faksi-faksi yang dipimpin Islamis, penekanan pada "selera publik" dan "kepekaan sosial" dalam konteks peraturan berpakaian di pantai kemungkinan besar merupakan refleksi langsung dari perubahan lanskap politik dan ideologis negara.
Aturan ini, meskipun berlaku untuk semua, tampaknya secara khusus menargetkan perilaku dan norma berpakaian di ruang publik agar selaras dengan interpretasi tertentu tentang apa yang dianggap "pantas" oleh penguasa baru atau faksi-faksi yang kini memiliki pengaruh.
Beradaptasi dengan Perubahan: Panduan Baru untuk Wisatawan dan Penduduk Lokal
Arahan dari Kementerian Pariwisata secara spesifik menyebutkan bahwa peraturan ini berlaku untuk "pengunjung pantai dan kolam renang umum, baik wisatawan maupun penduduk lokal." Ini penting. Aturan ini tidak hanya untuk warga Suriah; ini juga berlaku untuk siapa saja yang mengunjungi negara itu sebagai turis.
Bagi penduduk lokal di Suriah, ini adalah penyesuaian yang harus mereka buat dalam kehidupan sehari-hari atau setidaknya dalam kegiatan rekreasi mereka. Mereka yang terbiasa menikmati pantai dengan pakaian renang yang lebih terbuka kini harus mematuhi aturan baru jika mereka ingin terus menggunakan fasilitas publik ini. Ini mungkin memerlukan perubahan kebiasaan, pembelian pakaian renang baru (seperti burkini), dan penyesuaian pandangan tentang apa yang pantas di ruang publik.
Bagi wisatawan, ini adalah informasi penting yang harus mereka ketahui sebelum bepergian. Bayangkan seorang turis datang dari negara yang memiliki standar berpakaian pantai yang sangat berbeda. Jika mereka tidak mengetahui aturan baru ini, mereka bisa menemui kesulitan atau bahkan melanggar peraturan tanpa sengaja. Kementerian Pariwisata Suriah, dengan merilis arahan ini (termasuk di Facebook), mungkin berharap informasi ini dapat tersebar luas agar wisatawan juga siap dan dapat mematuhi aturan yang berlaku.
Pentingnya menyebut "wisatawan" menunjukkan bahwa meskipun ada perubahan budaya yang signifikan dan adopsi norma-norma konservatif, Suriah masih berniat untuk menarik wisatawan. Namun, mereka melakukannya dengan menetapkan syarat-syarat yang jelas mengenai perilaku dan berpakaian di ruang publik, yang mungkin berbeda dengan ekspektasi wisatawan dari latar belakang budaya yang berbeda.
Ini adalah pengingat bahwa ketika mengunjungi negara dengan norma budaya dan agama yang berbeda, penting untuk melakukan riset dan menghormati aturan lokal. Dalam kasus Suriah, aturan ini kini sangat jelas untuk pantai dan kolam renang umum: bersiaplah untuk mengenakan burkini (atau pakaian renang yang menutupi lebih banyak tubuh) jika Anda seorang wanita, dan bersiaplah untuk mengenakan kemeja di luar area renang jika Anda seorang pria.
Aturan ini menempatkan tanggung jawab pada individu, baik lokal maupun wisatawan, untuk beradaptasi dengan lingkungan budaya yang telah berubah pasca-Assad.
Lebih dari Sekadar Pakaian Renang: Simbol Perubahan di Suriah Pasca-Assad
Pada akhirnya, peraturan berpakaian di pantai Suriah ini adalah lebih dari sekadar aturan tentang apa yang boleh dipakai atau tidak boleh dipakai. Ini adalah simbol. Simbol dari perubahan besar yang sedang terjadi di Suriah setelah bertahun-tahun konflik dan akhirnya penggulingan rezim lama.
Seperti yang dinyatakan dalam sumber teks, ini adalah "perubahan budaya terbaru" dalam serangkaian perubahan yang dipicu oleh transisi kekuasaan. Ketika sebuah rezim yang sekuler digantikan oleh faksi-faksi yang dipimpin Islamis, wajar jika nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh faksi-faksi baru tersebut mulai tercermin dalam kebijakan publik.
Pantai, sebagai ruang publik yang santai dan sering diasosiasikan dengan kebebasan, menjadi kanvas yang sangat terlihat untuk menampilkan pergeseran ini. Mewajibkan burkini dan pakaian yang lebih tertutup adalah cara yang jelas dan tidak ambigu untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai konservatif kini memiliki tempat yang lebih sentral dalam kehidupan publik di Suriah.
Ini juga bisa dilihat sebagai upaya untuk membedakan Suriah yang baru dari Suriah di bawah rezim Assad. Di mata faksi-faksi yang berkuasa sekarang, rezim Assad mungkin dianggap terlalu sekuler atau bahkan korup secara moral. Dengan menerapkan aturan seperti ini, mereka mungkin berusaha untuk membersihkan atau memurnikan ruang publik dan membangun identitas nasional yang baru yang lebih sejalan dengan interpretasi mereka tentang nilai-nilai Islam.
Simbolisme ini juga dapat berfungsi sebagai pesan kepada masyarakat, baik di dalam maupun di luar Suriah. Di dalam negeri, ini mungkin untuk menegaskan otoritas dan arah ideologis pemerintah baru. Di luar negeri, ini mungkin untuk menunjukkan kepada dunia (atau setidaknya kepada negara-negara lain yang berorientasi serupa) bahwa Suriah kini bergerak menuju arah yang berbeda.
Ini adalah langkah yang signifikan, bukan hanya dari segi praktis bagi mereka yang ingin pergi ke pantai, tetapi dari segi makna yang lebih dalam tentang identitas, nilai, dan arah masa depan Suriah pasca-konflik.
Melangkah di Pantai Suriah Hari Ini: Memahami Aturan Terbaru
Jadi, apa artinya semua ini secara praktis bagi seseorang yang berada di Suriah hari ini dan ingin menikmati pantai atau kolam renang umum? Artinya adalah, Anda harus memahami dan mematuhi kode berpakaian yang baru.
Bagi wanita, lupakan bikini atau pakaian renang yang terbuka. Pilihan Anda di pantai atau kolam renang umum adalah burkini atau pakaian renang serupa yang menutupi seluruh tubuh. Dan ingat, saat Anda berjalan-jalan di area pantai di luar zona renang, Anda perlu mengenakan penutup tambahan, seperti jubah longgar atau penutup pantai, di atas burkini Anda.
Bagi pria, di area renang, Anda mungkin masih bisa bertelanjang dada. Tetapi begitu Anda melangkah keluar dari zona renang dan masuk ke area publik lainnya di pantai (kecuali lobi hotel dan area makan), Anda harus mengenakan kemeja.
Aturan ini berlaku untuk semua, tanpa terkecuali, baik Anda penduduk lokal yang telah tinggal di Suriah seumur hidup atau seorang turis yang baru saja tiba. Pengumuman ini jelas, datang dari otoritas resmi (Kementerian Pariwisata), dan disebarkan secara publik oleh menteri terkait.
Mematuhi aturan ini bukan hanya soal menghindari masalah hukum atau sosial, tetapi juga soal menghormati norma-norma budaya yang kini ditegakkan di ruang publik di Suriah. Perubahan ini adalah bagian dari lanskap baru negara pasca-Assad, dan memahami serta beradaptasi dengannya adalah kunci jika Anda ingin berinteraksi dengan ruang publik di sana.
Ini mungkin bukan pantai yang sama seperti lima tahun lalu, atau sepuluh tahun lalu. Ini adalah pantai di Suriah yang sedang dalam proses mendefinisikan ulang dirinya, dan kode berpakaian yang baru ini adalah salah satu manifestasi paling jelas dari proses tersebut.
Jadi, jika rencana Anda termasuk menikmati pantai di Suriah, pastikan Anda membawa pakaian renang yang tepat dan siap untuk mengikuti aturan yang berlaku. Pantai-pantai masih ada, ombak masih berdebur, pasir masih hangat, tapi suasana dan persyaratannya telah berubah.
Perubahan budaya ini, yang diumumkan melalui aturan sederhana tentang pakaian renang, sebenarnya menceritakan kisah yang jauh lebih besar tentang transformasi yang sedang dialami Suriah. Dari rezim diktator yang digulingkan hingga pengaruh kelompok Islamis yang meningkat, setiap kebijakan baru, sekecil apapun, bisa menjadi jendela untuk melihat arah mana negara ini bergerak. Dan kali ini, jendela itu terbuka di tepi pantai.
```
Komentar
Posting Komentar