MOBIL BEKAS NOL KILOMETER: Fenomena Aneh dan Kontroversi yang Guncang Pasar Otomotif China
Beijing. Dunia otomotif China sedang digemparkan oleh sebuah fenomena yang, terus terang, sedikit membingungkan dan memicu perdebatan sengit. Bayangkan ini: mobil-mobil yang secara teknis sudah 'terjual' dan terdaftar, punya plat nomor, tapi anehnya, belum pernah benar-benar menyentuh jalan. Jarak tempuhnya? Nol kilometer, atau setidaknya sangat, sangat minim. Kendaraan-kendaraan inilah yang kini membanjiri pasar mobil bekas di negeri Tirai Bambu. Istilahnya? "Mobil bekas nol kilometer." Kedengarannya kontradiktif, kan?
Ini bukan sekadar isu kecil di pinggiran industri. Praktik ini begitu meresahkan sampai tokoh-tokoh besar di dunia otomotif China angkat bicara. Salah satunya adalah Ketua Great Wall Motor, Bapak Wei Jianjun. Beliau, bersama para pengamat dan pelaku industri lainnya, terang-terangan mengkritik keras praktik ini. Mengapa? Karena dinilai mendistorsi data penjualan, menyesatkan konsumen, dan yang tak kalah penting, merusak stabilitas pasar dalam jangka panjang. Ini seperti ada fondasi pasar yang mulai retak gara-gara taktik yang tidak transparan.
Membongkar Tabir: Apa Sebenarnya 'Mobil Bekas Nol Kilometer' Itu?
Jadi, mari kita selami lebih dalam. Apa sih sebenarnya yang terjadi di balik istilah yang terdengar ganjil ini? Inti dari fenomena "mobil bekas nol kilometer" ini cukup sederhana, namun licik. Prosesnya dimulai ketika sebuah mobil baru diproduksi. Alih-alih langsung dijual ke konsumen akhir yang akan mengendarainya, mobil ini didaftarkan sebagai mobil yang 'terjual'. Ya, didaftarkan seolah-olah sudah laku. Kepada siapa didaftarkan? Sering kali, mobil-mobil ini 'dijual' ke dealer-dealer yang terafiliasi dengan produsen atau mungkin ke platform pihak ketiga yang punya hubungan bisnis. Mereka ini seolah-olah menjadi 'pembeli' pertama, di atas kertas.
Setelah terdaftar, kendaraan tersebut, yang masih kinclong dan belum pernah dipakai di jalan umum, kemudian 'muncul' di pasar mobil bekas. Statusnya berubah dari 'mobil baru' (meskipun baru didaftarkan, bukan dikendarai) menjadi 'mobil bekas'. Padahal, seperti namanya, jarak tempuhnya hampir tidak ada sama sekali. Nol kilometer. Mungkin cuma geser-geser di area parkir pabrik atau dealer. Jadi, Anda punya mobil yang secara teknis adalah 'bekas' karena sudah terdaftar atas nama seseorang atau entitas lain, tapi kondisinya persis mobil baru karena memang belum pernah dipakai.
Proses ini, yang tampaknya rumit hanya untuk mengubah status sebuah mobil baru menjadi 'bekas' tanpa penggunaan nyata, tentu punya tujuan. Ini bukan sekadar iseng. Ada beberapa alasan kuat, dari sudut pandang para pelaku industri yang melakukannya, mengapa manuver semacam ini dijalankan. Dan alasan-alasan inilah yang menjadi akar dari seluruh kontroversi ini.
Mengapa Praktik Ini Begitu Menggoda Bagi Pelaku Industri?
Ada beberapa alasan utama mengapa produsen mobil dan dealer di China terlibat dalam praktik "mobil bekas nol kilometer" ini. Ini semua berkaitan dengan tekanan di pasar dan strategi untuk bertahan, bahkan mungkin untuk sekadar terlihat baik di mata publik dan investor.
Pertama, dan mungkin yang paling utama, adalah untuk membantu produsen mobil mencapai target penjualan mereka. Industri otomotif global sangat didorong oleh angka penjualan bulanan atau tahunan. Angka-angka ini penting untuk citra perusahaan, untuk menarik investor, dan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa bisnis berjalan baik dan produk mereka diminati. Ketika penjualan riil ke konsumen tidak mencapai target yang ditetapkan (seringkali target ini memang ambisius), mendaftarkan kendaraan sebagai 'terjual', meskipun hanya ke pihak terafiliasi, adalah cara cepat untuk mendongkrak statistik penjualan di laporan. Ini seperti menggunakan doping untuk angka penjualan. Tujuannya jelas: membuat laporan keuangan dan operasional terlihat lebih sehat dari kenyataan di lapangan. Angka-angka 'penjualan' ini kemudian bisa dipublikasikan, memberi kesan bahwa permintaan tinggi dan perusahaan berkinerja baik.
Kedua, praktik ini memungkinkan dealer untuk menjual stok kendaraan yang tidak terjual. Di pasar yang sangat kompetitif, dealer bisa saja memiliki tumpukan mobil baru yang sulit dilepas ke konsumen. Daripada membiarkan mobil-mobil itu menua di lahan parkir mereka, yang berarti biaya penyimpanan dan penyusutan nilai, lebih baik 'menjual' mobil-mobil itu, meskipun hanya ke entitas lain, lalu melepasnya kembali sebagai 'bekas' dengan harga yang mungkin sedikit lebih rendah, atau melalui saluran lain. Ini adalah cara membersihkan inventaris, mengosongkan lahan parkir, dan mengubah aset mati menjadi sesuatu yang bergerak dalam pembukuan. Tekanan untuk membersihkan stok ini sangat nyata bagi dealer, dan praktik ini menawarkan jalan keluar yang cepat, meskipun kontroversial.
Ketiga, dalam beberapa kasus, praktik ini bisa dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan dari subsidi pemerintah atau kebijakan ekspor tertentu yang terkait dengan status registrasi kendaraan. Pemerintah China, seperti banyak negara lain, kerap memberikan insentif untuk mendorong pembelian mobil, terutama kendaraan energi baru (NEV). Subsidi ini bisa berbentuk potongan harga, insentif pajak, atau dukungan finansial lainnya. Dengan mendaftarkan mobil-mobil ini sebagai 'terjual' dan terdaftar, pelaku bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi atau insentif tersebut, meskipun mobilnya belum sampai ke tangan konsumen akhir. Ini adalah cara 'menguangkan' potensi subsidi secepat mungkin. Demikian pula dengan kebijakan ekspor, ada aturan atau insentif yang mungkin terkait dengan kendaraan yang sudah didaftarkan di pasar domestik sebelum diekspor. Praktik ini bisa menjadi cara untuk memenuhi persyaratan atau memanfaatkan celah dalam kebijakan tersebut demi keuntungan finansial.
Jadi, di balik praktik "mobil bekas nol kilometer" yang aneh ini, ada motivasi finansial dan operasional yang kuat. Ini adalah taktik untuk memenuhi target, membersihkan stok, dan meraup insentif, semuanya dalam lingkungan bisnis yang penuh tekanan. Namun, seperti yang diingatkan oleh para tokoh industri seperti Bapak Wei Jianjun, taktik semacam ini punya sisi gelap yang jauh lebih merugikan.
Akar Masalah yang Lebih Dalam: Kelebihan Kapasitas dan Perang Harga Membara
Fenomena "mobil bekas nol kilometer" ini bukan muncul dari ruang hampa. Para analis industri sepakat bahwa praktik ini terkait erat dengan tantangan sistemik yang sudah lama menghantui industri otomotif China. Ini adalah gejala dari masalah yang lebih besar, tekanan yang luar biasa yang dihadapi oleh para pemain di pasar raksasa ini.
Salah satu masalah paling mendesak adalah kelebihan kapasitas produksi, atau overcapacity. Industri otomotif China telah berkembang pesat, dengan banyak pemain baru bermunculan, terutama di sektor kendaraan energi baru. Namun, pertumbuhan produksi ini tampaknya melampaui pertumbuhan permintaan riil dari konsumen. Akibatnya, banyak pabrik beroperasi di bawah kapasitas optimal mereka, dan yang lebih parah, ada tumpukan stok kendaraan yang sangat besar di seluruh rantai pasok, dari pabrik hingga dealer. Analis menunjukkan angka yang mencengangkan: persediaan mobil penumpang nasional di China mencapai 3,5 juta unit pada bulan April 2025. Angka ini menggambarkan betapa jenuhnya pasar dan betapa banyaknya mobil yang menunggu pembeli.
Dengan stok sebanyak itu, tekanan untuk menjual menjadi luar biasa. Beberapa produsen mobil dilaporkan beroperasi dengan utilisasi kapasitas kurang dari 50%. Bayangkan, pabrik yang dibangun untuk memproduksi jutaan mobil per tahun ternyata hanya memproduksi separuhnya, atau bahkan kurang. Ini berarti biaya produksi per unit menjadi lebih tinggi, efisiensi menurun, dan ada sumber daya (pabrik, pekerja) yang tidak termanfaatkan secara optimal. Situasi ini menciptakan tekanan finansial yang hebat bagi produsen. Mereka butuh cara untuk 'memindahkan' mobil-mobil itu, baik secara fisik maupun dalam pembukuan, untuk mengurangi beban persediaan dan biaya terkait. Praktik 'menjual' ke pihak terafiliasi lalu mengubah statusnya menjadi 'bekas nol kilometer' adalah salah satu taktik agresif yang muncul dari tekanan ini.
Selain kelebihan kapasitas, industri otomotif China juga dicirikan oleh perang harga yang sangat intens. Persaingan antar-produsen, baik pemain lokal maupun asing, begitu ketat. Ini diperparah dengan munculnya pemain baru yang agresif, terutama di segmen NEV. Untuk memperebutkan pangsa pasar dan menarik konsumen, perusahaan-perusahaan saling banting harga, memberikan diskon besar-besaran, dan meluncurkan promosi yang menarik. Perang harga ini mengikis margin keuntungan dan menempatkan tekanan finansial tambahan pada perusahaan. Ketika margin tipis, setiap unit penjualan menjadi sangat berharga, dan perusahaan didorong untuk melakukan apa saja demi mencatat penjualan, bahkan jika itu berarti menggunakan taktik yang tidak biasa seperti mendaftarkan mobil baru sebagai 'terjual' lalu mengubah statusnya menjadi 'bekas' untuk melepasnya dengan cara lain.
Ditambah lagi, ada ketergantungan yang signifikan pada subsidi pemerintah, terutama di sektor kendaraan energi baru (NEV). Pemerintah China telah lama memberikan dukungan kuat untuk mendorong adopsi NEV, melalui berbagai bentuk subsidi dan insentif. Dukungan ini memang berhasil membuat China menjadi pasar NEV terbesar di dunia, namun juga menciptakan dinamika pasar yang unik. Beberapa perusahaan menjadi sangat bergantung pada subsidi ini untuk menjaga profitabilitas atau bahkan kelangsungan hidup mereka. Ketergantungan ini bisa menciptakan insentif untuk 'memanipulasi' angka penjualan atau registrasi demi memenuhi syarat subsidi atau memaksimalkan penerimaan dari sumber pemerintah ini. Lingkungan yang diciptakan oleh kombinasi kelebihan kapasitas, perang harga sengit, dan ketergantungan pada subsidi inilah yang, menurut analis, telah menciptakan kondisi yang matang dan bahkan mendorong munculnya strategi penjualan yang tidak transparan seperti fenomena "mobil bekas nol kilometer" ini.
Perusahaan seperti GAC Aion, yang aktif di pasar NEV yang kompetitif ini, beroperasi dalam lingkungan yang penuh tekanan semacam ini. Begitu pula pemain lain, termasuk yang bekerja sama dengan platform mobilitas besar seperti DiDi. Di pasar yang bergerak cepat, penuh pemain, dan didorong oleh insentif, ruang gerak untuk taktik penjualan yang 'kreatif' bisa saja tercipta, meskipun itu mengarah pada praktik yang dipertanyakan secara etika dan stabilitas pasar.
Dampak yang Merusak: Data Terdistorsi, Konsumen Terpedaya, Pasar Terguncang
Jadi, apa konsekuensi dari semua ini? Ketika praktik "mobil bekas nol kilometer" merajalela, dampaknya tidak main-main. Ini bukan hanya soal 'cara jualan' yang aneh, tapi merusak berbagai aspek penting di industri otomotif.
Dampak pertama dan paling langsung adalah distorsi data penjualan. Angka penjualan yang dipublikasikan menjadi tidak mencerminkan permintaan riil dari konsumen akhir. Jika ribuan, atau bahkan jutaan, mobil didaftarkan sebagai 'terjual' hanya untuk keperluan internal atau pelepas stok, maka angka total penjualan yang dilaporkan akan terlihat jauh lebih tinggi dari kenyataannya. Ini menciptakan gambaran pasar yang palsu. Bagi analis, investor, dan bahkan produsen lain, data penjualan yang terdistorsi ini membuat mereka sulit untuk memahami kondisi pasar yang sebenarnya. Seberapa besar permintaan yang sebenarnya? Produk apa yang benar-benar laku di tangan konsumen? Ke mana arah pasar bergerak? Semua pertanyaan ini menjadi sulit dijawab dengan data yang tercemar. Ini seperti mencoba menavigasi kapal dengan peta yang salah; risikonya sangat besar.
Kemudian, ada masalah serius terkait penyesatan konsumen. Bayangkan Anda seorang konsumen yang mencari mobil. Anda melihat penawaran "mobil bekas nol kilometer" dengan harga yang tampaknya menarik dibandingkan mobil baru. Anda mungkin berpikir ini adalah kesempatan bagus untuk mendapatkan mobil 'bekas' dengan kondisi 'seperti baru'. Namun, Anda mungkin tidak sepenuhnya memahami konteks di baliknya. Mengapa mobil ini 'bekas' padahal belum dipakai? Apa sejarahnya? Mungkin Anda tidak tahu bahwa status 'bekas' ini adalah hasil dari manuver pendaftaran internal untuk tujuan yang tidak ada kaitannya dengan penggunaan wajar. Ini bisa menciptakan ketidakjelasan tentang garansi, sejarah kepemilikan (meskipun singkat), dan nilai riil kendaraan. Konsumen yang membeli mobil semacam ini mungkin merasa dirugikan di kemudian hari, entah karena nilai jual kembali, masalah garansi, atau sekadar merasa dibodohi. Kepercayaan konsumen adalah mata uang penting di pasar, dan praktik ini secara serius mengikis kepercayaan tersebut.
Yang terakhir, dan mungkin dampak jangka panjang yang paling mengkhawatirkan, adalah kerusakan pada stabilitas pasar. Ketika ada volume besar "mobil bekas nol kilometer" yang masuk ke pasar bekas, ini menciptakan dinamika harga yang tidak sehat. Harga mobil bekas secara umum dipengaruhi oleh usia, jarak tempuh, kondisi, dan permintaan. Masuknya stok 'bekas' dengan kondisi 'baru' mengganggu keseimbangan ini. Mereka bisa menekan harga mobil bekas yang memang sudah dipakai, membuat mobil-mobil 'bekas asli' sulit dijual atau nilainya anjlok. Di sisi lain, keberadaan stok ini juga bisa menjadi cara bagi pelaku untuk melakukan 'dumping' mobil dengan harga yang lebih rendah dari harga mobil baru, yang selanjutnya memperparah perang harga dan menekan margin semua pemain di pasar mobil baru maupun bekas. Ini menciptakan lingkungan pasar yang tidak dapat diprediksi, penuh gejolak, dan merugikan bagi para pelaku yang beroperasi secara transparan. Pasar yang stabil dan transparan penting untuk investasi, pertumbuhan, dan kepercayaan semua pihak, dari produsen hingga konsumen.
Kekhawatiran yang diungkapkan oleh tokoh industri seperti Bapak Wei Jianjun dari Great Wall Motor mencerminkan kesadaran akan bahaya ini. Beliau melihat bagaimana praktik ini, yang mungkin dilihat sebagai solusi cepat untuk masalah jangka pendek (target penjualan, stok), sebenarnya menciptakan masalah yang lebih besar di masa depan bagi seluruh ekosistem otomotif China. Ini adalah sinyal bahaya bahwa ada sesuatu yang tidak sehat di jantung pasar tersebut, dan jika tidak ditangani, dampaknya bisa meluas dan sulit diperbaiki.
Dalam konteks industri yang sangat dinamis dan kompetitif, di mana pemain seperti GAC Aion dan kolaborasi industri lainnya terus berinovasi dan bertarung memperebutkan posisi, menjaga integritas pasar menjadi semakin krusial. Praktik yang mengaburkan garis antara 'baru' dan 'bekas', atau mendistorsi data, hanya akan menambah lapisan kompleksitas dan ketidakpastian, menyulitkan semua pihak, terutama konsumen yang seharusnya menjadi pusat perhatian.
Menilik Lebih Dekat Tekanan di Balik Angka
Mari kita lihat angka-angka itu lagi. 3,5 juta unit persediaan mobil penumpang pada April 2025. Angka ini bukan hanya statistik kering. Ini mewakili jutaan mobil yang sudah diproduksi, dirakit dengan susah payah, menghabiskan bahan baku, menggunakan energi, dan melibatkan ribuan pekerja, tapi masih teronggok entah di pabrik, di pelabuhan, atau di lahan dealer. Setiap mobil yang menganggur ini adalah biaya: biaya penyimpanan, biaya asuransi, biaya depresiasi (penurunan nilai seiring waktu), dan yang paling penting, biaya peluang. Uang yang tertanam di stok ini seharusnya bisa digunakan untuk riset dan pengembangan, untuk investasi di teknologi baru, atau untuk memperkuat jaringan penjualan.
Ketika produsen beroperasi dengan utilisasi kapasitas kurang dari 50%, ini juga punya implikasi ekonomi yang besar. Pabrik dirancang untuk efisiensi pada tingkat produksi tertentu. Ketika produksi jauh di bawah level itu, biaya per unit melonjak. Bayangkan sebuah pabrik yang bisa memproduksi 1 juta mobil setahun, tapi hanya memproduksi 400.000 mobil. Biaya operasional pabrik (listrik, perawatan mesin, gaji staf permanen) tetap berjalan, tapi dibagi oleh unit yang jauh lebih sedikit. Akibatnya, biaya produksi per mobil menjadi tidak efisien. Tekanan untuk meningkatkan utilisasi, untuk membuat pabrik 'sibuk', menjadi sangat kuat. Salah satu cara 'membuat pabrik sibuk' atau setidaknya 'membuat seolah-olah mobil laku' adalah dengan memproduksi dan kemudian mendaftarkannya, meskipun ujung-ujungnya mobil itu hanya dipindahkan ke 'kantong' lain sebelum dilepas ke pasar bekas.
Perang harga, seperti yang disebutkan, adalah respons alami terhadap kelebihan pasokan dan persaingan ketat. Di pasar yang kebanjiran stok, cara tercepat untuk menarik pembeli adalah dengan menawarkan harga yang lebih rendah. Tapi ini adalah spiral ke bawah. Ketika satu produsen menurunkan harga, yang lain terpaksa mengikuti untuk tetap kompetitif. Ini terus berulang sampai margin keuntungan nyaris tidak ada, atau bahkan rugi per unit. Dalam situasi seperti ini, setiap cara untuk 'menciptakan' penjualan atau 'memindahkan' stok, termasuk taktik "mobil bekas nol kilometer", menjadi sangat menggoda. Ini adalah respons defensif, mencoba bertahan di tengah badai harga yang merusak.
Peran subsidi pemerintah, terutama untuk NEV, menambah dimensi lain pada situasi ini. Subsidi memang berhasil mendorong pertumbuhan eksplosif di sektor NEV, menjadikan China pemimpin global dalam transisi menuju mobilitas listrik. Namun, ketersediaan subsidi yang signifikan juga bisa menciptakan dinamika yang tidak sehat. Perusahaan mungkin lebih fokus pada bagaimana memenuhi syarat untuk mendapatkan subsidi, daripada membangun bisnis yang berkelanjutan dan menguntungkan dari penjualan riil kepada konsumen akhir. Mereka bisa tergoda untuk memprioritaskan registrasi kendaraan (yang seringkali menjadi syarat pencairan subsidi) di atas penjualan nyata. Ketika subsidi ini mulai dikurangi atau disesuaikan (sesuatu yang lumrah terjadi seiring perkembangan pasar), perusahaan yang terlalu bergantung pada subsidi akan merasakan tekanan hebat. Dan praktik seperti "mobil bekas nol kilometer" bisa jadi adalah cara untuk 'mengunci' subsidi atau melepas stok NEV yang sudah diproduksi sebelum kebijakan subsidi berubah.
Jadi, fenomena ini adalah cerminan dari lingkungan operasional yang sangat sulit di industri otomotif China saat ini. Kelebihan kapasitas yang masif, perang harga yang brutal yang menggerogoti profitabilitas, dan dinamika yang diciptakan oleh insentif pemerintah, semuanya berkonvergensi menciptakan tekanan yang luar biasa. Di tengah tekanan inilah, taktik-taktik seperti "mobil bekas nol kilometer" muncul sebagai cara untuk bertahan, setidaknya dalam jangka pendek, meskipun dampaknya merusak integritas pasar dan merugikan konsumen.
Pemain besar maupun kecil, yang beroperasi di segmen tradisional maupun NEV, semua merasakan panasnya persaingan. Keberadaan perusahaan inovatif seperti GAC Aion, atau kolaborasi dengan platform mobilitas seperti DiDi, menunjukkan seberapa cepat dan dinamisnya pasar ini bergerak. Namun, di balik inovasi dan pertumbuhan, ada tantangan mendasar terkait keseimbangan antara produksi dan permintaan, serta perlunya transparansi dan praktik bisnis yang sehat untuk memastikan stabilitas dan kepercayaan jangka panjang.
Melihat ke Depan: Menuju Pasar yang Lebih Sehat?
Kritik yang dilontarkan oleh tokoh-tokoh senior seperti Bapak Wei Jianjun adalah langkah penting. Ini menunjukkan bahwa ada kesadaran di dalam industri itu sendiri tentang betapa berbahayanya praktik "mobil bekas nol kilometer" ini. Ketika pemimpin industri yang berpengalaman dan dihormati berbicara, pesan itu punya bobot. Mereka melihat melampaui angka penjualan sesaat dan memahami risiko jangka panjang terhadap reputasi industri, kepercayaan konsumen, dan stabilitas pasar secara keseluruhan.
Mengatasi masalah ini tidak akan mudah. Ini memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak: produsen, dealer, regulator, dan bahkan asosiasi konsumen. Produsen perlu meninjau target penjualan mereka agar lebih realistis dan tidak mendorong taktik yang meragukan. Mereka perlu mengelola kapasitas produksi mereka agar lebih sesuai dengan permintaan riil. Dealer perlu didukung untuk mengelola stok secara lebih efektif tanpa perlu menggunakan cara pintas yang tidak transparan.
Peran regulator juga sangat penting. Mereka perlu mengawasi praktik pendaftaran kendaraan dan penjualan mobil bekas secara lebih ketat. Perlu ada aturan yang jelas yang mencegah pendaftaran kendaraan hanya untuk tujuan mendongkrak angka penjualan atau mendapatkan subsidi tanpa adanya pembeli akhir yang nyata. Mungkin diperlukan definisi yang lebih ketat tentang apa yang dimaksud dengan 'mobil bekas' atau persyaratan pendaftaran yang mencegah penyalahgunaan semacam ini. Transparansi dalam data penjualan dan stok juga perlu ditingkatkan agar semua pemain pasar dan publik bisa mendapatkan gambaran yang akurat tentang kondisi industri.
Dari sisi konsumen, peningkatan kesadaran juga krusial. Konsumen perlu diedukasi tentang praktik seperti "mobil bekas nol kilometer" agar mereka bisa membuat keputusan pembelian yang lebih informasi. Mereka perlu tahu apa yang harus ditanyakan ketika ditawari mobil 'bekas' dengan jarak tempuh nol, dan apa saja risiko potensialnya. Organisasi konsumen bisa memainkan peran penting dalam memberikan informasi dan advokasi.
Situasi di industri otomotif China ini adalah studi kasus menarik tentang bagaimana tekanan pasar yang ekstrem bisa mendorong praktik-praktik yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Kelebihan kapasitas, perang harga yang merusak, dan insentif yang mungkin disalahgunakan, semuanya menciptakan koktail yang mendorong munculnya taktik tidak transparan. Fenomena "mobil bekas nol kilometer" ini adalah salah satu manifestasinya.
Untuk membangun pasar otomotif yang benar-benar kuat, berkelanjutan, dan dipercaya, China perlu mengatasi tantangan sistemik ini. Ini bukan hanya tentang memproduksi mobil dalam jumlah besar atau memimpin dalam teknologi NEV. Ini juga tentang membangun fondasi pasar yang solid, berdasarkan transparansi, keadilan, dan kepercayaan. Kritik dari para tokoh industri seperti Bapak Wei Jianjun adalah panggilan untuk bertindak, pengingat bahwa pertumbuhan harus dibarengi dengan integritas. Masa depan industri otomotif China, dan bagaimana ia dilihat oleh dunia, akan sangat bergantung pada bagaimana mereka mengatasi kontroversi dan tantangan seperti "mobil bekas nol kilometer" ini.
Ini adalah cerita yang terus berkembang, dan semua mata akan tertuju pada bagaimana industri dan regulator di China menanganinya. Akankah mereka berhasil membersihkan praktik-praktik yang meragukan ini dan membangun pasar yang lebih sehat? Waktu yang akan menjawab.
```
Komentar
Posting Komentar