Langsung ke konten utama

Dokter Tifa Ikhlas Masuk Penjara jika Ijazah Jokowi Asli

```html

Sensasi Dokter Tifa: Siap Masuk Bui Demi Buktikan 'Ijazah Palsu' Jokowi?

Nah, dengar-dengar kabar terbaru yang cukup menggemparkan dari Jakarta nih! Ada sosok yang lagi ramai dibicarakan, namanya Dokter Tifauzia Tyassuma, atau yang akrab disapa Dokter Tifa. Beliau ini kan dikenal aktif banget di media sosial, suaranya seringkali bikin gaduh, terutama soal tuduhan ijazah palsu yang dialamatkan ke mantan Presiden kita, Bapak Joko Widodo. Isu ini tuh udah berlarut-larut ya, bolak-balik jadi perbincangan publik.

Tapi kali ini, pernyataan Dokter Tifa beda level. Bukan cuma tuduhan atau analisis seperti biasanya. Dia bikin pernyataan yang... wow! Di depan umum, di salah satu program televisi, Dokter Tifa menyatakan kesiapannya. Kesiapan untuk apa? Ternyata, dia siap lho, masuk penjara! Ya, benar, penjara. Ini bukan main-main.

Pernyataan ini muncul di sebuah program televisi, namanya "Rakyat Bersuara" yang disiarkan iNews. Jadi, Dokter Tifa ini hadir di sana, bicara blak-blakan soal isu yang selama ini dia gaungkan. Dan puncaknya, keluar pernyataan yang bikin kaget banyak orang: dia siap dipenjara kalau memang tuduhannya itu dianggap fitnah dan mencemarkan nama baik. Tapi ada syaratnya nih, dan ini yang penting.

Menurut Dokter Tifa, kesiapan masuk penjara itu berlaku kalau tuduhannya dibilang fitnah, dan ternyata, sang mantan Presiden, Joko Widodo, memang benar-benar punya ijazah yang asli. Jadi, garis bawahnya begini: kalau dia dituduh memfitnah, kalau dia dituduh mencemarkan nama baik hanya karena isu ijazah itu, dan ternyata Bapak Jokowi memang punya ijazah aslinya, dia siap menerima konsekuensinya. Siap masuk penjara.

Siap 'Berbaju Oranye' Masuk Lapas Pondok Bambu

Ini dia bagian yang paling dramatis dari pernyataannya. Dokter Tifa menggambarkan dengan sangat jelas kesiapannya itu. Dia bilang, "Enggak ada masalah kalau saya dianggap memfitnah, ibu rumah tangga ini dianggap memfitnah mantan Presidennya, perempuan ini dengan anak-anak ini dianggap memfitnah dan mencemarkan nama baik karena beliau ternyata Joko Widodo punya ijazah asli," begitu katanya, persis seperti yang dikutip dari program tersebut.

Kata-katanya terasa begitu kuat ya. Dia menyebut dirinya sebagai "ibu rumah tangga", "perempuan dengan anak-anak", seolah ingin menunjukkan bahwa dia bukan siapa-siapa yang punya kekuatan besar, tapi berani berhadapan dengan isu sebesar ini, bahkan siap dengan risikonya. Risiko terbesarnya? Hukuman pidana, yaitu dipenjara.

Dokter Tifa melanjutkan pernyataannya dengan detail yang lebih spesifik lagi soal kesiapannya dipenjara. Dia bilang begini, "Enggak ada masalah, saya ikhlas, saya ridho pakai baju oranye. Saya ikhlas masuk Lapas Pondok Bambu, enggak ada masalah bagi saya." Wah, bayangkan! Dia bahkan menyebutkan dengan jelas baju yang akan dikenakannya di penjara, yaitu baju oranye yang biasa dipakai oleh tahanan atau narapidana, dan juga lokasi lapasnya, yaitu Lapas Pondok Bambu.

Lapas Pondok Bambu sendiri kan kita tahu, itu lapas khusus wanita. Jadi, pernyataan Dokter Tifa ini konsisten dengan dirinya sebagai seorang perempuan. Dia siap lho, ikhlas dan ridho, memakai baju oranye itu, dan masuk ke Lapas Pondok Bambu. Ini bukan sekadar gertakan ya kalau dilihat dari cara dia mengatakannya. Ada kesan keteguhan di sana, meskipun tentu saja kita bicara soal isu yang sangat serius, yaitu tuduhan pidana.

Jadi, intinya, Dokter Tifa berani mengatakan ini di depan publik, di televisi. Dia siap menerima hukuman fitnah atau pencemaran nama baik, dia siap dipenjara, dia siap pakai baju oranye, dia siap masuk Lapas Pondok Bambu. Tapi, ingat ya, ada syaratnya. Syaratnya adalah jika dia dituduh memfitnah atau mencemarkan nama baik, dan tuduhan itu dibuktikan bersalah *karena* ternyata Jokowi memang punya ijazah asli.

Kalau dibaca lagi, pernyataan ini sebenarnya seperti sebuah 'taruhan' atau 'tantangan' balik. Dia seolah menempatkan bola panas pembuktian ada di pihak sana. Kalau memang ijazahnya asli, buktikan, dan kalau terbukti dia salah menuduh karena ijazahnya asli, dia siap dipenjara. Kurang lebih begitu pesan yang tersirat dari ucapannya yang begitu tegas.

Ujian Pembuktian: Ijazah Asli Jokowi Jadi Kunci?

Nah, poin krusial lain dari pernyataan Dokter Tifa ini adalah soal pembuktian. Menurut dia, benar atau salahnya tuduhan yang selama ini dia lontarkan, termasuk soal apakah dia benar-benar melakukan tindak pidana fitnah atau pencemaran nama baik, itu hanya bisa dibuktikan oleh satu hal. Apa itu? Ya, ijazah asli Jokowi. Hanya itu, katanya.

Ini menarik. Dalam kacamata Dokter Tifa, perkara ini sangat sederhana tapi sekaligus rumit. Sederhana karena pembuktiannya cuma satu lembar kertas (ijazah asli), tapi rumit karena ijazah asli itu, menurut dia, belum juga ditunjukkan atau dibuktikan secara meyakinkan. Dia percaya, kalau ijazah aslinya itu ada dan ditunjukkan, maka status "fitnah" atau "pencemaran nama baik" yang mungkin dialamatkan kepadanya bisa terjawab.

Jadi, logika berpikir Dokter Tifa, berdasarkan pernyataannya di iNews, adalah: tuduhan saya soal ijazah palsu itu bisa dibilang fitnah kalau ijazah aslinya ada. Kalau ijazah aslinya tidak ditunjukkan, atau ada keraguan tentang keasliannya, maka menurut versinya, tuduhannya itu bukan fitnah. Konsekuensinya, dia siap dipenjara *hanya* kalau terbukti ijazah itu asli dan dia salah menuduh.

Makanya, tidak heran kalau Dokter Tifa kemudian kembali lagi, untuk kesekian kalinya, meminta Presiden Jokowi (atau kini sudah mantan Presiden ya) untuk menunjukkan ijazah asli miliknya. Permintaan ini bukan permintaan baru. Ini adalah permintaan yang sudah sangat sering disuarakan oleh Dokter Tifa dan pihak-pihak lain yang meragukan keaslian ijazah tersebut.

Dalam konteks pernyataannya yang siap dipenjara, permintaan untuk menunjukkan ijazah asli ini jadi semacam kunci pembuka. Dokter Tifa seolah berkata, "Ini lho, saya siap tanggung risiko hukumnya kalau saya salah. Tapi tunjukkan dulu bukti bahwa saya salah, yaitu ijazah asli Anda." Jadi, tantangannya itu ada di dua sisi: kesiapan dia dihukum, dan tuntutan dia akan pembuktian (ijazah asli) dari pihak seberang.

Dia melihat ijazah asli itu sebagai satu-satunya cara untuk mengakhiri polemik ini, setidaknya dalam kaitannya dengan tuduhan fitnah terhadap dirinya. Tanpa ijazah asli itu, di matanya, isu ini masih abu-abu, dan dia merasa tuduhannya belum bisa serta-merta dilabeli sebagai fitnah yang punya konsekuensi hukum pidana.

Pernyataan bahwa "benar atau salah terkait tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik yang dituduhkan hanya dapat dibuktikan melalui ijazah asli Jokowi" ini adalah inti argumen Dokter Tifa dalam program tersebut. Ini adalah landasan mengapa dia berani mengambil sikap siap dipenjara. Karena, menurut dia, dia hanya bisa salah (dan layak dipenjara) jika ijazah aslinya muncul dan sah.

Tantangan Terbuka di Layar Kaca iNews Rakyat Bersuara

Penting juga untuk dicatat bahwa pernyataan ini tidak dilontarkan di sembarang tempat. Dokter Tifa mengungkapkannya dalam sebuah program televisi yang cukup dikenal, yaitu "Rakyat Bersuara" di iNews. Ini artinya, pernyataannya itu didengar oleh publik luas. Di layar kaca, di hadapan banyak orang, dia melontarkan pernyataan yang begitu serius dan berani.

Program "Rakyat Bersuara" sendiri memang seringkali menghadirkan narasumber yang berbicara tentang isu-isu yang tengah hangat di masyarakat, termasuk isu-isu politik dan hukum yang kontroversial. Kehadiran Dokter Tifa di sana, dan pernyataannya yang blak-blakan soal isu ijazah ini, tentu saja langsung menarik perhatian.

Dalam program tersebut, Dokter Tifa diberi ruang untuk menyampaikan pandangannya, argumennya, dan tentu saja, pernyataannya yang paling mengejutkan soal kesiapannya masuk penjara itu. Format program yang dialogis dan terbuka memungkinkan dia untuk menyampaikan isi pikirannya secara utuh, termasuk syarat-syarat yang dia ajukan terkait kesiapan dirinya menghadapi proses hukum.

Dan detail tanggal penayangannya, yaitu Selasa, 3 Juni 2025, juga memberikan konteks waktu kapan pernyataan ini dibuat. Meskipun tanggal ini terdengar futuristik, kita berpegang pada data yang diberikan dalam sumber. Pada tanggal tersebut, di program "Rakyat Bersuara" iNews, Dokter Tifa membuat pernyataan yang kemudian dikutip dan menjadi perbincangan.

Menyatakan kesiapan masuk penjara di forum publik seperti televisi jelas memiliki dampak yang berbeda dibandingkan menyatakannya di media sosial atau forum tertutup. Ini menunjukkan bahwa Dokter Tifa ingin pernyataannya ini didengar secara luas, menjadi catatan publik, dan mungkin juga menjadi desakan atau tantangan yang lebih kuat lagi kepada pihak terkait untuk merespons isu ijazah yang sudah lama ini.

Ini adalah sebuah langkah yang bisa dibilang cukup berani ya, menempatkan dirinya di posisi yang sangat berisiko di depan umum demi isu yang dia perjuangkan. Dia tahu betul bahwa tuduhan fitnah atau pencemaran nama baik adalah delik pidana yang bisa berujung pada hukuman kurungan. Namun, dia tampaknya bersedia menghadapi risiko itu, dengan syarat pembuktian yang dia minta.

Keberaniannya berbicara di forum publik dan menyuarakan kesiapan menghadapi konsekuensi hukum ini bisa dimaknai macam-macam oleh publik. Ada yang mungkin melihatnya sebagai bentuk keyakinan yang kuat pada apa yang dia yakini benar, ada juga yang mungkin melihatnya sebagai manuver untuk menarik perhatian atau mendesak pihak lain. Tapi yang jelas, pernyataannya ini berhasil menjadi sorotan utama dari kehadirannya di program tersebut.

Implikasi Pernyataan Dokter Tifa: Antara Keberanian dan Konsekuensi Hukum

Pernyataan Dokter Tifa soal kesiapan dipenjara ini punya implikasi yang cukup dalam. Di satu sisi, ini bisa dilihat sebagai bentuk keberanian yang luar biasa. Berapa banyak orang yang berani secara terbuka menyatakan siap masuk penjara demi mempertahankan keyakinannya? Apalagi ini menyangkut isu yang berhadapan dengan mantan penguasa tertinggi di negeri ini.

Dia tampaknya sangat yakin dengan apa yang dia suarakan soal ijazah tersebut, sampai-sampai bersedia menanggung risiko pidana berupa fitnah dan pencemaran nama baik. Kesiapan "ikhlas" dan "ridho" pakai baju oranye dan masuk Lapas Pondok Bambu itu kan bukan kalimat main-main. Itu adalah deskripsi konkret tentang konsekuensi hukum yang paling buruk baginya jika tuduhannya dianggap salah dan terbukti sebagai fitnah.

Namun, di sisi lain, pernyataan ini juga secara langsung berhubungan dengan konsekuensi hukum yang nyata. Isu ijazah palsu ini kan bukan delik biasa, ada potensi pelaporan atau proses hukum yang bisa terjadi terkait tuduhan-tuduhan yang dilayangkan. Dokter Tifa sendiri sadar betul bahwa dia bisa saja dianggap memfitnah dan mencemarkan nama baik melalui pernyataan-pernyataannya.

Dia menyebutkan secara spesifik tindak pidana "fitnah" dan "pencemaran nama baik". Kedua delik ini diatur dalam undang-undang kita dan bisa dikenakan sanksi pidana. Nah, pengakuannya di televisi bahwa dia siap menerima hukuman untuk delik tersebut, *dengan syarat* ijazah asli dibuktikan, menunjukkan bahwa dia memahami betul risiko hukum yang dihadapinya.

Pernyataan ini bisa juga dilihat sebagai semacam penegasan posisi. Dia tidak gentar menghadapi kemungkinan proses hukum, asalkan proses pembuktiannya (terutama soal keaslian ijazah) dilakukan secara transparan dan tuntas. Dia seolah meletakkan tanggung jawab pembuktian di pihak yang memiliki ijazah tersebut.

"Benar atau salah terkait tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik yang dituduhkan hanya dapat dibuktikan melalui ijazah asli Jokowi," kalimat ini bukan sekadar argumen, tapi juga semacam garis pertahanan dirinya. Dia mengatakan bahwa status hukumnya (apakah dia bersalah fitnah atau tidak) bergantung pada satu bukti tunggal itu. Tanpa bukti itu, menurutnya, tuduhan fitnah terhadap dirinya belum valid.

Jadi, implikasi dari pernyataannya ini luas. Ada aspek keberanian personal di dalamnya, ada aspek tantangan publik, dan yang paling penting, ada aspek kesiapan menghadapi konsekuensi hukum yang serius. Dia secara sadar menyebutkan delik pidana dan sanksi penjara, menunjukkan bahwa dia sudah memperhitungkan risiko terburuk, dan dia siap menghadapinya jika syarat pembuktiannya terpenuhi.

Ini juga bisa jadi semacam strategi komunikasi publik. Dengan menyatakan kesiapan dipenjara, dia mungkin berharap isu ini semakin mendapat perhatian publik, dan mungkin juga mendorong pihak terkait untuk memberikan respons yang lebih jelas dan transparan, terutama terkait permintaan berulang-ulang untuk menunjukkan ijazah asli.

Pandangan Lembaga Lain: Lemkapi dan Kemungkinan Gelar Perkara Khusus

Dalam konteks isu ijazah ini, sumber juga menyebutkan pandangan dari lembaga lain, yaitu Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia atau disingkat Lemkapi. Pandangan Lemkapi ini menambahkan dimensi lain pada polemik yang ada. Meskipun tidak terkait langsung dengan pernyataan Dokter Tifa yang siap dipenjara, pandangan ini relevan dalam kerangka kemungkinan proses hukum ke depannya.

Lemkapi menyatakan bahwa gelar perkara khusus ijazah Jokowi dimungkinkan jika terjadi penyimpangan penyidik. Ini adalah pernyataan yang cukup teknis terkait prosedur hukum, khususnya dalam penyelidikan kepolisian. Gelar perkara khusus itu kan mekanisme internal di kepolisian untuk meninjau kembali proses penyidikan suatu kasus, biasanya dilakukan jika ada laporan penyimpangan atau ketidakberesan dalam penanganan kasus oleh penyidik.

Jadi, menurut Lemkapi, isu ijazah ini, jika sampai pada tahap penyidikan (misalnya ada laporan polisi terkait dugaan pemalsuan atau penggunaan ijazah palsu), bisa saja dilakukan gelar perkara khusus. Syaratnya, sebagaimana disebutkan, jika terdeteksi adanya "penyimpangan penyidik" dalam menangani kasus tersebut.

Pandangan Lemkapi ini menunjukkan bahwa isu ijazah ini dianggap cukup serius hingga ada lembaga yang membahas kemungkinan dilakukannya prosedur khusus dalam penanganan hukumnya. Ini juga mengindikasikan bahwa ada perhatian dari berbagai pihak, termasuk lembaga yang mengkaji kinerja kepolisian, terhadap bagaimana isu ini ditangani secara hukum.

Meskipun pernyataan Lemkapi ini berbeda fokus dengan pernyataan Dokter Tifa (Lemkapi bicara soal prosedur penyelidikan, Dokter Tifa bicara soal kesiapan dipidana fitnah), keduanya sama-sama berada dalam satu kerangka isu yang sama: keaslian ijazah dan potensi implikasi hukumnya. Pandangan Lemkapi ini seperti melengkapi gambaran, bahwa proses hukum terkait isu ini bukanlah sesuatu yang mustahil, dan bahkan ada prosedur khusus yang bisa ditempuh jika ada masalah dalam penanganannya.

Ini juga bisa diartikan sebagai sinyal bahwa publik (termasuk lembaga seperti Lemkapi) akan mengamati dengan cermat bagaimana isu ini ditangani oleh aparat penegak hukum jika memang ada proses hukum yang berjalan. Kemungkinan gelar perkara khusus itu kan tujuannya untuk memastikan bahwa penyidikan berjalan sesuai prosedur dan profesional.

Jadi, pernyataan Dokter Tifa yang siap dipenjara itu ada di satu sisi, sebagai bentuk keyakinan dan tantangan dari pihak yang menuduh atau meragukan. Di sisi lain, ada pandangan dari lembaga seperti Lemkapi yang bicara soal kemungkinan mekanisme kontrol internal dalam proses hukumnya. Keduanya menunjukkan bahwa isu ijazah ini masih menjadi sorotan, baik dari sisi yang melayangkan tuduhan maupun dari sisi pengawasan terhadap potensi penanganan hukumnya.

Ini semakin menegaskan bahwa polemik ijazah ini bukan isu yang remeh-temeh, setidaknya di mata pihak-pihak yang terus mengangkatnya dan pihak-pihak yang mengamati kemungkinan proses hukumnya. Dan pernyataan berani Dokter Tifa di televisi itu menambah "panas" situasi yang sudah ada.

Kembali ke Inti Permasalahan: Mengapa Ijazah Asli Begitu Penting Baginya?

Mari kita kembali lagi ke inti dari apa yang disampaikan Dokter Tifa. Mengapa ijazah asli itu menjadi begitu sentral dalam seluruh narasinya, bahkan sampai dia berani menyatakan siap dipenjara?

Menurut Dokter Tifa, ijazah asli itu adalah kunci. Kunci untuk membuktikan apakah tuduhannya selama ini benar atau salah. Kunci untuk menentukan apakah dia melakukan fitnah atau tidak. Dan, yang paling penting dalam konteks pernyataannya di iNews, ijazah asli itu adalah kunci yang akan membuka pintu Lapas Pondok Bambu baginya, *jika* ternyata ijazah itu asli dan sah, dan dengan demikian tuduhannya dianggap fitnah.

Dia berulang kali menekankan bahwa pembuktian status hukumnya (sebagai pelaku fitnah atau bukan) sangat bergantung pada munculnya ijazah asli. Baginya, tidak ada bukti lain yang bisa menggantikan ijazah asli itu dalam menyelesaikan polemik ini, setidaknya terkait dengan tanggung jawab hukum yang dihadapinya.

Jadi, permintaan untuk menunjukkan ijazah asli itu bukan sekadar rasa penasaran atau desakan tanpa dasar. Dalam argumen Dokter Tifa, itu adalah satu-satunya cara untuk mengklarifikasi kebenaran isu yang dia angkat, dan satu-satunya cara untuk membuktikan apakah dia bersalah melakukan tindak pidana fitnah atau pencemaran nama baik seperti yang mungkin dituduhkan kepadanya.

Dia tidak mengatakan bahwa ijazah itu pasti palsu. Yang dia katakan adalah keraguannya, dan permintaan pembuktian berupa ijazah asli. Dan dia siap menghadapi konsekuensi terburuk jika pembuktian itu (ijazah asli) muncul dan sah, yang berarti tuduhannya selama ini keliru dan bisa dianggap fitnah.

Pernyataan "Saya ikhlas, saya ridho pakai baju oranye. Saya ikhlas masuk Lapas Pondok Bambu, enggak ada masalah bagi saya" itu muncul *setelah* dia menjelaskan syaratnya: jika dia dianggap memfitnah *karena* Jokowi punya ijazah asli. Ini menunjukkan betapa sentralnya pembuktian ijazah asli itu dalam seluruh pendiriannya.

Ijazah asli itu, di mata Dokter Tifa, bukan hanya selembar kertas administrasi. Itu adalah validator kebenaran dari isu yang sudah lama dia soroti. Itu adalah penentu nasib hukumnya jika isu ini berujung pada pelaporan dan persidangan. Dan karena itu, dia merasa sangat penting untuk terus mendesak pembuktian itu, bahkan dengan menempatkan dirinya di posisi yang sangat rentan secara hukum.

Seluruh drama polemik ijazah ini, dari sudut pandang Dokter Tifa yang disampaikan di iNews, mengerucut pada satu permintaan kunci: tunjukkan ijazah aslinya. Dan dia siap menanggung konsekuensinya, seberat apapun itu, jika ijazah asli itu memang ada dan sah.

Jadi, begitulah pernyataan berani dari Dokter Tifa di program "Rakyat Bersuara" iNews beberapa waktu lalu (berdasarkan tanggal yang tertera). Dia menyatakan kesiapan penuh, dengan segala detailnya, untuk masuk penjara jika tuduhannya dianggap fitnah dan mantan Presiden Jokowi ternyata memang punya ijazah asli. Sebuah pernyataan yang jelas, tegas, dan penuh risiko, yang sekali lagi menghangatkan kembali isu ijazah yang sudah lama menjadi perbincangan publik. Kita lihat saja bagaimana kelanjutan dari polemik ini dan apakah permintaan pembuktian itu akan terjawab.

```

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Silfester Matutina Tuding Ada Bohir di Balik Desakan Pemakzulan Gibran

Berikut adalah artikel yang Anda minta, dalam gaya Anderson Cooper yang informal dan menarik, siap untuk dipublikasikan: Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Anda tahu, di dunia politik, seringkali ada drama yang tersaji di depan mata kita. Tapi, pernahkah Anda berpikir, apa yang sebenarnya terjadi di balik panggung? Siapa yang menarik tali, siapa yang memegang kendali? Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan, mencuat dari sebuah pengakuan yang cukup mengejutkan. Ini bukan sekadar desas-desus, ini adalah tudingan serius yang dilemparkan langsung oleh salah satu tokoh di barisan pendukung capres-cawapres yang baru saja memenangkan kontestasi, Bapak Silfester Matutina. Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), baru-baru ini membuat pernyataan yang bisa dibilang mengguncang jagat politik...

KIKO Season 4 Episode THE CURATORS Bawa Petualangan Baru Kota Asri Masa Depan

JAKARTA - Menemani minggu pagi yang seru bersama keluarga, serial animasi KIKO Season Terbaru hadir di RCTI dengan membawa keseruan untuk dinikmati bersama di rumah. Hingga saat ini, KIKO telah meraih lima penghargaan bergengsi di tingkat nasional dan internasional dalam kategori anak-anak dan animasi. Serial ini juga telah didubbing ke dalam empat bahasa dan tayang di 64 negara melalui berbagai platform seperti Disney XD, Netflix, Vision+, RCTI+, ZooMoo Channel, dan Roku Channel. Musim terbaru ini menghadirkan kisah yang lebih segar dan inovatif, mempertegas komitmen MNC Animation dalam industri kreatif. Ibu Liliana Tanoesoedibjo menekankan bahwa selain menyajikan hiburan yang seru, KIKO juga mengandung nilai edukasi yang penting bagi anak-anak Indonesia. Berikut sinopsis episode terbaru KIKO minggu ini. Walikota menugaskan Kiko dkk untuk menyelidiki gedung bekas Galeri Seni karena diduga telah alih fungsi menjadi salah satu markas The Rebel. Kiko, Tingting, Poli, dan Pa...

Khotbah Jumat Pertama Dzulhijjah : Keutamaan 10 Hari Awal Bulan Haji

Khotbah Jumat kali ini mengangkat tema keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan hari ini merupakan Jumat pertama di Bulan Haji tersebut bertepatan dengan tanggal 30 Mei 2025. Berikut materi Khotbah Jumat Dzulhijjah disampaikan KH Bukhori Sail Attahiry dilansir dari website resmi Masjid Istiqlal Jakarta. Khutbah ini bisa dijadikan materi dan referensi bagi khatib maupun Dai yang hendak menyampaikan khotbah Jumat. Allah subhanahu wata'ala memberikan keutamaan pada waktu-waktu agung. Di antara waktu agung yang diberikan keutamaan oleh Allah adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah . Keutamaan tersebut memberikan kesempatan kepada umat Islam agar memanfaatkannya untuk berlomba mendapatkan kebaikan, baik di dunia maupun di Akhirat. Hal ini dijelaskan melalui Hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berikut: Artinya: "Dari Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh...