Langsung ke konten utama

4 Alasan Jerman Jadi Musuh Utama Baru bagi Rusia

Ketika Musuh Utama Rusia Berganti Rupa: Mengapa Jerman Menggantikan Amerika?

Hei, apa kabar? Pernahkah Anda berpikir, siapa sih yang paling tidak disukai, bahkan dianggap musuh utama, oleh sebuah negara sebesar Rusia? Selama bertahun-tahun, pikiran kita mungkin langsung tertuju pada Amerika Serikat, kan? Rasanya sudah jadi pengetahuan umum begitu. Nah, bersiaplah untuk sedikit terkejut, karena ternyata, menurut sebuah survei terbaru, gelar "negara paling tidak bersahabat" bagi Rusia itu kini sudah berpindah tangan! Dan yang menduduki takhta baru ini adalah... Jerman.

Ya, Anda tidak salah dengar. Jerman! Ini bukan cuma perubahan biasa, lho. Ini pergeseran yang cukup dramatis. Bayangkan, Amerika Serikat, yang selama 13 tahun terakhir bercokol di posisi teratas daftar "paling tidak bersahabat" ini, tiba-tiba melorot turun. Bukan cuma turun satu atau dua peringkat, tapi langsung anjlok ke posisi keempat! Posisi yang sudah belasan tahun mereka pegang, kini direbut oleh negara lain. Dan Levada Center, organisasi yang melakukan survei ini -- yang menariknya, dideskripsikan dalam laporan ini sebagai lembaga yang didanai Barat dan sudah ditetapkan sebagai "agen asing" di Rusia -- itulah yang mengungkap fakta mengejutkan ini.

Jadi, angka-angka berbicara. Survei yang dirilis pada hari Kamis itu menunjukkan pemandangan yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Hanya sekitar 40% responden yang menyebut Amerika Serikat sebagai salah satu musuh utama Rusia. Angka ini turun drastis, 36% lebih rendah dibanding tahun lalu. Penurunan yang signifikan, bukan? Pertanyaan besarnya kemudian adalah, mengapa bisa begini? Apa yang terjadi sehingga Amerika Serikat tidak lagi dilihat sebagai 'musuh bebuyutan' nomor satu?

Survei tersebut memberikan sedikit petunjuk tentang penurunan pamor 'musuh' Amerika Serikat ini. Menurut catatan Levada Center, sikap terhadap Amerika mulai berubah seiring dengan kembalinya Presiden AS Donald Trump. Sejak pelantikannya, Gedung Putih dilaporkan berupaya menjadi penengah solusi diplomatik untuk konflik di Ukraina. Nah, poin inilah yang disorot oleh lembaga survei tersebut sebagai salah satu faktor yang mungkin memengaruhi pandangan publik (atau setidaknya responden survei) di Rusia terhadap Amerika Serikat. Mungkin upaya mediasi itu, entah berhasil atau tidak, setidaknya dianggap sebagai langkah yang berbeda dari pendekatan sebelumnya, sehingga pandangan terhadap Washington pun ikut bergeser.

Tapi, kalau Amerika Serikat turun, siapa yang naik? Dan mengapa Jerman? Ini bagian yang paling menarik dari temuan survei ini.

Pergeseran Dramatis: Bagaimana Jerman Merebut Gelar 'Musuh Utama'

Mari kita lihat angkanya lagi. Menurut penelitian Levada Center, Jerman kini duduk manis di posisi pertama dalam daftar negara yang dianggap paling tidak bersahabat oleh Rusia. Angkanya? Mencapai 56% responden yang menggambarkannya sebagai "negara yang tidak bersahabat" terhadap Rusia. Lima puluh enam persen! Itu mayoritas, lho. Sebuah angka yang signifikan dan jelas menunjukkan pandangan yang sangat negatif.

Angka ini menjadi sangat mencengangkan jika kita bandingkan dengan kondisi sebelum eskalasi konflik di Ukraina, tepatnya sebelum Februari 2022. Data dari Levada Center sendiri menunjukkan bahwa sebelum tanggal itu, hanya 16% warga Rusia yang menganggap Berlin sebagai musuh. Bayangkan! Dari 16% melonjak ke 56%. Itu lonjakan lebih dari tiga kali lipat dalam kurun waktu yang relatif singkat. Ini bukan sekadar perubahan pandangan, ini adalah pergeseran tektonik dalam persepsi. Sebuah negara yang dulunya mungkin dilihat dalam cahaya yang berbeda, kini tiba-tiba menduduki puncak daftar 'musuh'.

Apa yang menyebabkan perubahan drastis ini? Survei ini memberikan alasan yang cukup jelas dan langsung: setelah perang di Ukraina, Jerman dianggap "terlalu banyak membantu Ukraina." Ini adalah inti dari pergeseran pandangan ini. Frasa "terlalu banyak membantu Ukraina" itu kuat lho. Ini menyiratkan bahwa bantuan yang diberikan Jerman ke Ukraina, dalam bentuk apa pun itu (survei ini tidak merinci jenis bantuannya, tapi kita bisa bayangkan itu mungkin mencakup dukungan militer, finansial, atau politik), telah melampaui batas toleransi pandangan publik di Rusia, setidaknya menurut temuan survei ini. Bantuan tersebut tidak hanya diperhatikan, tapi dianggap berlebihan, dan inilah yang tampaknya menjadi pemicu utama melonjaknya tingkat ketidakbersahabatan yang dirasakan terhadap Jerman.

Sebelumnya, Jerman dan Rusia memiliki hubungan ekonomi yang cukup kuat, terutama terkait energi. Ada narasi tentang ketergantungan dan kemitraan, meskipun tidak selalu tanpa gesekan. Namun, 16% yang melihat Jerman sebagai musuh sebelum Februari 2022 menunjukkan bahwa sudah ada lapisan ketidakpercayaan atau pandangan negatif, namun itu minoritas. Setelah Februari 2022, ketika Jerman, bersama negara-negara Barat lainnya, meningkatkan dukungan mereka untuk Ukraina sebagai respons terhadap konflik, pandangan ini berubah secara fundamental. Lonjakan ke 56% benar-benar mengubah Jerman dari negara yang mungkin dilihat dengan kompleksitas tertentu menjadi target utama persepsi negatif dalam survei ini. Ini menunjukkan betapa sentralnya isu Ukraina dalam membentuk pandangan terhadap negara-negara lain di Rusia, dan bagaimana tindakan dukungan terhadap Ukraina dilihat sebagai tindakan yang secara langsung merugikan atau memusuhi Rusia.

Lonjakan ini juga menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang bagaimana persepsi publik dibentuk di Rusia. Apakah ini murni cerminan perasaan spontan masyarakat? Atau apakah ini dipengaruhi oleh narasi media atau faktor-faktor lain? Survei dari lembaga yang berlabel "agen asing" tentu menambah lapisan kompleksitas dalam menafsirkan hasilnya. Namun, angka 56% ini tetap saja sebuah data yang kuat, menunjukkan adanya sentimen negatif yang meluas terhadap Jerman di kalangan responden.

Era Trump dan Mengapa Amerika Tergelincir dari Posisi Puncak

Mari kita kembali ke Amerika Serikat sebentar. Amerika Serikat telah menjadi musuh nomor satu selama 13 tahun. Tiga belas tahun! Itu rentang waktu yang panjang untuk menduduki puncak daftar 'musuh'. Ini menyiratkan adanya ketegangan, persaingan, dan mungkin permusuhan yang mendalam dalam pandangan Rusia terhadap Amerika Serikat selama periode tersebut. Hubungan yang dingin, sanksi, perbedaan pandangan geopolitik yang tajam, semua itu mungkin berkontribusi pada pandangan yang stabil bahwa Amerika Serikat adalah negara yang paling tidak bersahabat.

Namun, survei Levada Center mencatat adanya perubahan sikap terhadap Amerika yang terkait dengan kembalinya Presiden Donald Trump. Ini poin yang menarik. Saat Trump menjabat, Gedung Putih mencoba mengambil peran sebagai penengah dalam konflik Ukraina. Survei ini mengaitkan perubahan sikap Rusia terhadap AS dengan upaya mediasi ini. Apakah upaya mediasi itu dilihat sebagai tanda positif? Atau apakah itu hanya satu dari banyak faktor? Survei ini hanya menyatakan adanya korelasi: sikap berubah dengan kembalinya Trump dan upaya mediasi. Ini bisa diinterpretasikan bahwa pendekatan Trump, yang sering kali dinilai berbeda dari presiden AS sebelumnya, entah bagaimana mengurangi tingkat permusuhan yang dirasakan di Rusia. Mungkin gaya diplomasi yang berbeda, atau fokus pada isu-isu tertentu, telah mengubah lanskap persepsi. Penurunan dari 13 tahun di puncak menjadi posisi keempat, dengan hanya 40% yang melihat AS sebagai musuh utama, dan penurunan 36% dari tahun sebelumnya, benar-benar menunjukkan bahwa ada sesuatu yang signifikan terjadi pada pandangan Rusia terhadap Amerika Serikat selama periode ini.

Ini juga bisa menimbulkan spekulasi (sekali lagi, berdasarkan data survei ini saja, tanpa menambahkan informasi luar) bahwa persepsi tentang 'musuh' itu tidak statis. Ia bisa berubah, dipengaruhi oleh tindakan para pemimpin, kebijakan luar negeri, atau bahkan hanya retorika. Dalam kasus AS, survei ini secara eksplisit menunjuk pada faktor kepresidenan Trump dan upaya mediasi terkait Ukraina sebagai pemicu perubahan. Mungkin ada pandangan bahwa, dibandingkan dengan negara-negara lain yang mengambil sikap lebih tegas terhadap Rusia pasca-Februari 2022, pendekatan AS di bawah Trump (pada periode survei ini) dilihat sedikit berbeda, cukup berbeda untuk membuatnya tidak lagi menjadi negara yang paling dibenci.

Negara-negara Lain dalam Daftar 'Tidak Bersahabat': Inggris dan Ukraina

Selain Jerman dan Amerika Serikat, survei Levada Center juga menyebutkan negara-negara lain yang masuk dalam daftar teratas negara yang dianggap tidak bersahabat oleh Rusia. Di posisi kedua, setelah Jerman, ada Inggris. Sekitar 49% responden melihat Inggris sebagai negara yang tidak bersahabat. Ini bukanlah kejutan besar, mengingat hubungan Rusia dan Inggris memang sudah lama tegang karena berbagai isu, mulai dari kasus-kasus spesifik hingga perbedaan pandangan geopolitik yang luas. Posisi kedua dengan hampir setengah responden menganggap Inggris tidak bersahabat menunjukkan tingkat ketidakpercayaan dan pandangan negatif yang stabil terhadap London.

Kemudian, di posisi ketiga, ada Ukraina sendiri, dengan 43% responden melihatnya sebagai negara yang tidak bersahabat. Ini mungkin terdengar ironis atau kontradiktif bagi sebagian orang, mengingat konflik yang sedang berlangsung. Namun, dari sudut pandang yang disajikan oleh survei ini, tampaknya sebagian besar responden (43%) memang melihat Ukraina sebagai negara yang tidak bersahabat terhadap Rusia. Mengingat konteks konflik bersenjata yang disebutkan dalam pembahasan tentang Jerman, tidak mengherankan jika negara yang terlibat langsung dalam konflik seperti Ukraina akan masuk dalam daftar negara yang dianggap tidak bersahabat. Angka 43% ini menarik karena ia menempatkan Ukraina di bawah Jerman (56%) dan Inggris (49%) dalam daftar ketidakbersahabatan. Ini bisa diinterpretasikan dalam berbagai cara (lagi-lagi, hanya berdasarkan data survei), mungkin menunjukkan bahwa fokus utama persepsi negatif telah bergeser dari negara yang secara langsung berkonflik (Ukraina) ke negara-negara lain yang memberikan dukungan signifikan kepada pihak lain dalam konflik tersebut (seperti Jerman dan Inggris).

Jadi, daftar lengkap 'musuh' utama, menurut survei Levada Center ini, adalah Jerman di posisi pertama (56%), diikuti oleh Inggris di posisi kedua (49%), Ukraina di posisi ketiga (43%), dan Amerika Serikat di posisi keempat (40%). Ini adalah potret pandangan publik Rusia, atau setidaknya sebagian dari mereka yang disurvei oleh Levada Center, pada saat survei ini dilakukan.

Membaca Hasil Survei dari Levada Center: Siapa Mereka dan Bagaimana Menafsirkannya?

Penting untuk selalu mengingat sumber data, kan? Survei ini dilakukan oleh Levada Center. Laporan itu sendiri mencatat dua hal penting tentang Levada Center: pertama, bahwa organisasi ini didanai oleh Barat, dan kedua, bahwa mereka telah ditetapkan sebagai "agen asing" di Rusia. Dua label ini sangat signifikan dalam konteks Rusia saat ini.

Label "agen asing" adalah penunjukan resmi oleh pemerintah Rusia terhadap organisasi yang dianggap menerima pendanaan dari luar negeri dan terlibat dalam "aktivitas politik". Status ini sering kali membawa konotasi negatif di Rusia dan bisa memengaruhi bagaimana hasil survei dari organisasi semacam ini diterima oleh publik atau media di Rusia. Bagi sebagian orang di dalam Rusia, hasil survei dari "agen asing" mungkin dilihat dengan kecurigaan, dianggap bias, atau sebagai alat propaganda pihak asing.

Di sisi lain, fakta bahwa Levada Center didanai oleh Barat mungkin dilihat oleh pihak-pihak di luar Rusia sebagai indikator independensi dari pemerintah Rusia, dan dengan demikian, survei mereka mungkin dianggap lebih kredibel dalam menangkap pandangan yang mungkin tidak berani diungkapkan dalam survei yang terafiliasi dengan negara. Namun, penunjukan sebagai "agen asing" itu sendiri bisa memengaruhi siapa yang berani berpartisipasi dalam survei mereka, atau bagaimana responden menjawab pertanyaan-pertanyaan sensitif. Mungkin ada bias karena responden yang bersedia berpartisipasi adalah mereka yang memang cenderung memiliki pandangan tertentu, atau mungkin ada bias karena responden khawatir tentang bagaimana jawaban mereka akan digunakan.

Jadi, ketika membaca hasil survei dari Levada Center, penting untuk mempertimbangkan konteks ini. Angka 56% untuk Jerman, 49% untuk Inggris, 43% untuk Ukraina, dan 40% untuk AS adalah hasil dari metodologi survei tertentu yang dilakukan oleh organisasi dengan status spesifik di Rusia. Hasil ini memberikan gambaran tentang *persepsi* yang ada di kalangan responden, yang mungkin dibentuk oleh berbagai faktor, termasuk pengalaman pribadi, informasi yang mereka terima (dari media pemerintah atau sumber lain), dan pandangan politik mereka sendiri. Survei ini tidak serta merta mencerminkan kebenaran objektif tentang hubungan antarnegara, tetapi lebih pada cerminan pandangan subyektif yang ada di masyarakat (atau segmen masyarakat yang disurvei).

Di Balik Angka: Apa Artinya Semua Ini bagi Geopolitik?

Pergeseran dramatis dalam daftar 'musuh' ini, dari AS ke Jerman, mengatakan banyak hal tentang prioritas dan fokus pandangan Rusia saat ini, setidaknya seperti yang terekam dalam survei ini. Selama belasan tahun, poros permusuhan tampaknya berpusat pada persaingan kekuatan global dengan Amerika Serikat. Ini adalah narasi era Perang Dingin yang terus berlanjut dalam bentuk yang berbeda.

Namun, kenaikan Jerman ke puncak daftar menunjukkan bahwa isu Ukraina kini menjadi faktor dominan yang membentuk pandangan terhadap negara-negara lain. Alasan spesifik yang diberikan untuk Jerman adalah "terlalu banyak membantu Ukraina." Ini menyoroti bahwa bagi sebagian responden Rusia, dukungan terhadap Ukraina dilihat sebagai bentuk permusuhan langsung terhadap Rusia itu sendiri. Fokus telah bergeser dari persaingan global yang luas (dengan AS) ke isu regional yang spesifik namun sangat panas (konflik Ukraina) dan peran negara-negara lain dalam konflik tersebut.

Ini juga bisa diartikan bahwa negara-negara Eropa, terutama yang paling aktif mendukung Ukraina (seperti Jerman dan Inggris), kini dilihat sebagai ancaman atau musuh yang lebih mendesak atau signifikan daripada Amerika Serikat itu sendiri. Penurunan AS ke posisi keempat, dengan penurunan persentase yang cukup besar, mungkin menunjukkan bahwa pandangan terhadap Amerika Serikat, meskipun masih negatif (40% masih angka yang tinggi!), telah melunak sedikit, mungkin karena faktor-faktor yang disinggung survei, seperti upaya mediasi. Sementara itu, negara-negara Eropa yang secara geografis lebih dekat dan secara langsung terlibat dalam respon terhadap konflik di Ukraina, seperti memberikan bantuan dan menampung pengungsi, kini menanggung beban persepsi negatif yang paling besar.

Ukraina sendiri berada di posisi ketiga. Fakta bahwa Ukraina tidak berada di posisi pertama (bahkan di bawah Jerman dan Inggris) dalam daftar negara "tidak bersahabat" mungkin mengejutkan. Ada beberapa kemungkinan interpretasi (lagi-lagi, hanya berdasarkan data yang ada). Mungkin permusuhan itu lebih terfokus pada negara-negara yang mendukung Ukraina secara eksternal daripada Ukraina itu sendiri. Atau mungkin pandangan terhadap Ukraina lebih kompleks, bukan hanya sekadar "musuh" dalam arti yang sama seperti negara-negara asing lainnya. Bisa jadi ada elemen kesedihan, kebingungan, atau pandangan lain yang membuat persentase 'permumusahan' murni tidak setinggi terhadap Jerman atau Inggris.

Bagaimanapun, pergeseran dari AS sebagai musuh utama selama 13 tahun ke Jerman mencerminkan bahwa dinamika geopolitik yang dilihat dari kacamata Rusia (melalui survei ini) telah berubah. Fokus perhatian dan sentimen negatif kini tertuju kuat pada peran negara-negara Eropa dalam konflik Ukraina. Ini adalah indikator penting tentang bagaimana krisis saat ini membentuk kembali pandangan dan prioritas dalam hubungan internasional.

Masa Depan Hubungan: Sebuah Pandangan dari Survei Ini

Apa yang bisa kita simpulkan dari hasil survei ini mengenai masa depan hubungan Rusia dengan negara-negara ini? Tentu saja, hasil survei ini hanyalah potret sesaat pandangan publik (yang disurvei). Situasi geopolitik bisa berubah dengan cepat. Namun, angka-angka ini memberikan petunjuk berharga tentang sentimen yang mendasari.

Pandangan yang sangat negatif terhadap Jerman (56% tidak bersahabat) dan Inggris (49% tidak bersahabat) menunjukkan bahwa hubungan dengan kedua negara ini kemungkinan akan tetap sangat dingin dan penuh tantangan di masa mendatang. Persepsi bahwa mereka "terlalu banyak membantu Ukraina" tampaknya telah menciptakan jurang yang dalam dalam pandangan publik Rusia. Rekonsiliasi atau perbaikan hubungan yang signifikan akan sangat sulit selama sentimen ini bertahan, apalagi jika dukungan dari negara-negara tersebut terhadap Ukraina terus berlanjut.

Untuk Amerika Serikat, penurunan dari posisi pertama ke keempat mungkin membuka sedikit celah, setidaknya dalam persepsi publik (sekali lagi, berdasarkan survei ini). Jika penurunan ini memang terkait dengan upaya mediasi atau pendekatan yang berbeda, maka mungkin ada ruang kecil, di bawah kondisi yang tepat dan dengan kepemimpinan AS tertentu, untuk mengurangi tingkat permusuhan yang dirasakan lebih lanjut. Namun, 40% yang masih melihat AS sebagai musuh utama tetap merupakan angka yang tinggi, menunjukkan bahwa ketidakpercayaan dan pandangan negatif terhadap Washington masih sangat meluas.

Sementara itu, posisi Ukraina di urutan ketiga dalam daftar 'tidak bersahabat' menegaskan kedalaman perpecahan yang diciptakan oleh konflik. Meskipun tidak di posisi teratas, angka 43% menunjukkan bahwa pandangan negatif terhadap Ukraina sangat signifikan di kalangan responden. Ini menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi dalam upaya apa pun untuk memulihkan hubungan atau menemukan resolusi damai, karena persepsi negatif ini sudah mengakar.

Secara keseluruhan, survei Levada Center ini, dengan segala konteksnya sebagai lembaga yang didanai Barat dan berstatus "agen asing", memberikan gambaran yang jelas: fokus 'permusuhan' dalam pandangan publik Rusia (atau setidaknya responden survei) telah bergeser dari AS ke Eropa, terutama Jerman dan Inggris, didorong oleh peran mereka dalam mendukung Ukraina. Ini adalah cerminan betapa sentralnya isu Ukraina dalam membentuk persepsi internasional saat ini, dan bagaimana tindakan negara-negara lain ditafsirkan melalui lensa konflik tersebut.

Angka-angka ini, 56% untuk Jerman, 49% untuk Inggris, 43% untuk Ukraina, dan 40% untuk AS, adalah lebih dari sekadar statistik. Mereka adalah indikator sentimen, cerminan dari bagaimana dunia dilihat dari sudut pandang tertentu di Rusia. Dan pergeseran dramatis yang membuat Jerman menggantikan Amerika Serikat sebagai 'musuh utama' adalah kisah geopolitik yang patut kita perhatikan baik-baik.

Ini menunjukkan betapa dinamisnya pandangan dunia, bagaimana prioritas 'ancaman' atau 'permusuhan' bisa berubah, dan bagaimana konflik regional bisa memiliki dampak global yang jauh jangkauannya, sampai mengubah siapa yang dilihat sebagai lawan utama di panggung internasional. Dan semua ini, menurut survei Levada Center, dimulai dengan 'terlalu banyak membantu Ukraina' bagi Jerman, dan mungkin upaya mediasi bagi Amerika Serikat. Sebuah potret yang rumit, bukan?

```

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Silfester Matutina Tuding Ada Bohir di Balik Desakan Pemakzulan Gibran

Berikut adalah artikel yang Anda minta, dalam gaya Anderson Cooper yang informal dan menarik, siap untuk dipublikasikan: Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Skandal Bohir Pemakzulan Gibran: Siapa Dalang di Balik Layar? Anda tahu, di dunia politik, seringkali ada drama yang tersaji di depan mata kita. Tapi, pernahkah Anda berpikir, apa yang sebenarnya terjadi di balik panggung? Siapa yang menarik tali, siapa yang memegang kendali? Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan, mencuat dari sebuah pengakuan yang cukup mengejutkan. Ini bukan sekadar desas-desus, ini adalah tudingan serius yang dilemparkan langsung oleh salah satu tokoh di barisan pendukung capres-cawapres yang baru saja memenangkan kontestasi, Bapak Silfester Matutina. Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), baru-baru ini membuat pernyataan yang bisa dibilang mengguncang jagat politik...

KIKO Season 4 Episode THE CURATORS Bawa Petualangan Baru Kota Asri Masa Depan

JAKARTA - Menemani minggu pagi yang seru bersama keluarga, serial animasi KIKO Season Terbaru hadir di RCTI dengan membawa keseruan untuk dinikmati bersama di rumah. Hingga saat ini, KIKO telah meraih lima penghargaan bergengsi di tingkat nasional dan internasional dalam kategori anak-anak dan animasi. Serial ini juga telah didubbing ke dalam empat bahasa dan tayang di 64 negara melalui berbagai platform seperti Disney XD, Netflix, Vision+, RCTI+, ZooMoo Channel, dan Roku Channel. Musim terbaru ini menghadirkan kisah yang lebih segar dan inovatif, mempertegas komitmen MNC Animation dalam industri kreatif. Ibu Liliana Tanoesoedibjo menekankan bahwa selain menyajikan hiburan yang seru, KIKO juga mengandung nilai edukasi yang penting bagi anak-anak Indonesia. Berikut sinopsis episode terbaru KIKO minggu ini. Walikota menugaskan Kiko dkk untuk menyelidiki gedung bekas Galeri Seni karena diduga telah alih fungsi menjadi salah satu markas The Rebel. Kiko, Tingting, Poli, dan Pa...

Khotbah Jumat Pertama Dzulhijjah : Keutamaan 10 Hari Awal Bulan Haji

Khotbah Jumat kali ini mengangkat tema keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan hari ini merupakan Jumat pertama di Bulan Haji tersebut bertepatan dengan tanggal 30 Mei 2025. Berikut materi Khotbah Jumat Dzulhijjah disampaikan KH Bukhori Sail Attahiry dilansir dari website resmi Masjid Istiqlal Jakarta. Khutbah ini bisa dijadikan materi dan referensi bagi khatib maupun Dai yang hendak menyampaikan khotbah Jumat. Allah subhanahu wata'ala memberikan keutamaan pada waktu-waktu agung. Di antara waktu agung yang diberikan keutamaan oleh Allah adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah . Keutamaan tersebut memberikan kesempatan kepada umat Islam agar memanfaatkannya untuk berlomba mendapatkan kebaikan, baik di dunia maupun di Akhirat. Hal ini dijelaskan melalui Hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berikut: Artinya: "Dari Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh...